News & Research

Reader

Pengaruh Pergeseran Metode Pengelolaan Aktif ke Pasif Terhadap Stabilitas Finansial
Tuesday, December 22, 2020       17:08 WIB

Resiko akibat transformasi likuiditas dan resiko penjualan kembali pada industri manajemen investasi dapat mengakibatkan timbulnya resiko ketidakstabilan kondisi keuangan. Resiko ini sangat kentara pada produk reksadana konvensional (reksadana yang dikelola secara aktif) yang menawarkan pembayaran penjualan kembali setiap saat secara tunai, tanpa memandang kondisi likuiditas dari portofolio reksadana.
Pembayaran penjualan kembali ( redemption ) secara tunai dapat memberikan keuntungan bagi orang yang pertama kali bereaksi ( first mover advantage ). Aksi pertama ini pada akhirnya bisa berakibat pada tindakan penjualan kembaliikut-ikutan, yang semakin melemahkan portofolio dan berujung pada penjualan obral dari portofolio reksadana.
Lebih lanjut, karena pemodal reksadana konvensional pada umumnya mengejar kinerja - mereka umumnya membeli (menjual) unit penyertaan reksadana yang baru saja menunjukkan kinerja positif (negatif) - suatu penurunan harga-harga (NAB) dari portofolio dapat mengakibatkan penjualan kembali ( outflows ) yang akan semakin menekan harga NAB dan memperparah penurunan harga tersebut.
Sebaliknya, pergeseran investasi dari reksadana konvensional ke reksadana bursa (ETF) akan mengurangi transformasi likuiditas dan mengurangi resiko penjualan kembali terhadap stabilitas keuangan.
Pertumbuhan Exchange Traded Fund (ETF) Mengurangi Transformasi Likuiditas
Hampir semua Reksadana Bursa (Exchange Traded Fund) adalah instrumen investasi pasif. Berbeda dengan reksadana konvensional yang membayarkan penjualan kembali secara tunai, Reksadana Bursa biasanya membayar penjualan kembali unit penyertaannya dengan cara  in-kind , yaitu dengan menyerahkan sekeranjang saham-saham (atau obligasi-obligasi) yang ada dalam portofolio.
Dengan menyerahkan saham-saham (atau obligasi-obligasi) sebagai pembayaran unit penyertaan yang dijual kembali ( securities  dibayar dengan  securities ), maka Reksadana Bursa (ETF) telah mengurangi transformasi likuiditas. Penjualan kembali unit penyertaan Reksadana Bursa (ETF) biasanya tidak akan mengurangi likuiditas ETF itu, atau pun menambah insentif bagi pemegang unit yang lain untuk melakukan penjualan kembali.
Karena itu, sejauh sektor Reksadana Bursa (ETF) tetap didominasi oleh reksadana yang membayar penjualan kembali dengan cara  in-kind , pergeseran investasi dari reksadana konvensional ke Reksadana Bursa akan mengurangi resiko penjualan kembali secara masif yang bisa memaksa reksadana untuk melakukan penjualan portofolio secara obral ( fire sale ).
Reksadana Pasif (termasuk ETF) Memiliki Resiko Penjualan Kembali ( redemption ) yang Lebih Rendah Dari Sudut Pandang Kinerjanya
Focus kita saat ini adalah pada sensitivitas dari aliran dana ( fund flows ) akibat kinerja (imbal hasil) dari reksadana. Telah diketahui bahwa aliran dana pada Reksadana Bursa yang sifatnya pasif tidaklah sensitif terhadap kinerja (imbal hasil) portofolio, dibandingkan dengan reksadana konvensional (reksadana yang dikelola secara aktif). Karena itu, reksadana pasif (termasuk ETF) tidak terlalu terpengaruh dalam arti mengalami penjualan kembali ( redemption ) besar-besaran menyusul imbal hasil (kinerja) reksadana yang buruk.
Sebenarnya, aliran dana Reksadana Bursa (ETF) juga bereaksi atas kinerja (imbal hasil) yang buruk, tetapi pembayaran penjualan kembali ETF hampir seluruhnya dilakukan secara  in-kind  dan pembayaran penjualan kembali ETF tidak memiliki efek yang sama terhadap penyusutan likuiditas reksadana dibanding reksadana konvensional (yang dikelola secara aktif) yang membayar penjualan kembali dengan tunai. Dapat dikatakan bahwa aliran dana neto dari ETF (yang sebagian besar dikelola pasif) tidak terlalu terpengaruh oleh kinerja (imbal hasil) reksadana yang buruk, dan pertumbuhan Reksadana Bursa (ETF) adalah bermanfaat untuk kestabilan finansial.
 Oleh: Fredy Sumendap, CFA 

Sumber : IPS

powered by: IPOTNEWS.COM