Cost of Fund Mahal, Kondisi Perbankan Dihadapkan pada Tekanan Laba
Tuesday, November 19, 2024       12:51 WIB

Ipotnews - Tingginya biaya dana di industri perbankan berdampak pada penurunan laba di sejumlah bank papan menengah. Akibat mahalnya cost of fund yang dibarengi dengan rendahnya pertumbuhan pendapatan bunga menjadi pemicu penurunan laba sejumlah bank.
Kondisi itu tercermin pada kinerja sejumlah bank papan menengah untuk periode sembilan bulan pertama 2024. Sebagai contoh, bank yang mampu bertengger di posisi sepuluh terbesar dari sisi aset, PT Bank Danamon Indonesia Tbk (), yang mencatatkan penurunan laba bersih 8,96 persen (year-on-year) menjadi Rp2,33 triliun.
Apabila mengacu pada pendapatan bunga, masih membukukan pertumbuhan 18,48 persen (y-o-y) hingga akhir kuartal III-2024. Namun demikian, beban bunga terpantau meningkat lebih tinggi, yakni 51,11 persen (y-o-y), sehingga pendapatan bunga bersih (NII) hanya bertumbuh 4,89 persen.
Hal serupa terjadi pada yang berada di peringkat 14 besar dari segi aset. Hingga akhir kuartal III-2024, Maybank Indonesia mencatatkan penurunan laba bersih 55,2 persen (y-o-y) menjadi Rp558 miliar. Bank kategori KBMI III ini meraih pertumbuhan pendapatan bunga 10,2 persen (y-o-y) menjadi Rp9,65 triliun pada periode Januari-September 2024.
Hanya saja, beban bunga yang dicatatkan hingga akhir kuartal III-2024 melonjak 29,1 persen (y-o-y) menjadi Rp4,32 triliun, sehingga kondisi ini menekan pendapatan bunga bersih yang menurun 1,5 persen (y-o-y).
Belakangan ini, sejumlah pengamat perbankan menyebutkan faktor yang menjadi penyebab penyusutan laba bank di Indonesia. Selain karena suku bunga acuan yang belum menurun banyak pada tahun ini, beberapa tekanan eksternal seperti kondisi geopolitik, inflasi global dan nilai tukar rupiah yang melemah masih terus mempengaruhi kinerja laba perbankan.
Pada kondisi tersebut, lembaga perbankan justru harus berebut dana murah untuk dapat memperbaiki struktur biaya dana. Namun permasalahan lainnya, sejauh ini pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) secara nasional pun sulit mengejar pertumbuhan kredit yang masih double digit.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan DPK industri perbankan nasional per September 2024 tercatat 7,04 persen (y-o-y) menjadi Rp8.720 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit perbankan hingga akhir kuartal III-2024 mengalami peningkatan 10,85 persen menjadi Rp7.579 triliun dari periode yang sama 2023.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, kondisi tersebut terjadi karena dunia usaha sedang bergerak. "Pertumbuhan DPK yang lebih rendah dibandingkan kredit mencerminkan kebutuhan ekspansi usaha yang lebih tinggi dibandingkan kebutuhan menyimpan dana yang coba mencerminkan normalisasi dunia usaha," ujar Dian belum lama ini.
Secara umum, bank-bank papan atas dan menengah tetap optimistis mampu mencatat pertumbuhan DPK di atas rata-rata industri. Sebagai contoh, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk () yang bisa meraih pertumbuhan DPK 16,4 persen secara tahunan menjadi Rp373,8 triliun hingga Agustus 2024.
Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu menyebutkan, pertumbuhan DPK berpotensi untuk bertumbuh di atas rata-rata pertumbuhan industri hingga akhir tahun ini. juga menjadi bank yang terus memperbaiki struktur pendanaan, agar semakin meningkatkan dana murah dan memperbaiki margin.
Terlebih lagi, lanjut Nixon, BTN merupakan bank yang berbeda dengan bank-bank pada umumnya, karena tugas yang diemban sebagai bank pelaksana penyaluran KPR subsidi yang suku bunganya dipatok maksimal 5 persen untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan ( FLPP ).
Dengan mayoritas portofolio disalurkan untuk KPR bersubsdi, kata Nixon, tidak bisa serta-merta menaikkan suku bunga kredit untuk melakukan kompensasi kenaikan biaya dana. "BTN memang bank yang berbeda, dalam arti NIM BTN tidak akan sampai di atas 4 persen atau bahkan 5 persen, karena suku bunga FLPP itu dipatok maksimal 5 persen. Dengan suku bunga yang dibatasi, NIM akan berada sekitar 3,2-3,5 persen," papar Nixon.
Kendati demikian, Nixon mengatakan, akan terus meningkatkan perolehan dana murah. Salah satu langkah yang ditempuh adalah, melakukan transformasi digital melalui pengembangan aplikasi BTN Mobile yang dalam kurun waktu satu tahun mampu menarik dua juta pengguna, dengan jumlah transaksi mencapai tiga juta per hari.
"Perkembangan di dunia digital memang luar biasa dan BTN sebelumnya tidak pernah mengalami hal seperti ini. Hal yang membedakan kami dengan bank-bank BUMN lainnya adalah, BTN Mobile fokus pada konten KPR. Yang lebih menarik lagi, hari ini sudah banyak pembelian rumah yang dilakukan secara online. Tahun lalu, transaksi pembelian rumah secara online nilainya sudah mencapai triliunan rupiah," tutur Nixon. (Budi/ef)

Sumber : Admin