Data Makro China Bebani Sentimen, Harga Tembaga Menyusut
Wednesday, August 14, 2019       15:20 WIB

Ipotnews - Harga tembaga London turun, Rabu, karena data China yang lemah mengindikasikan perlambatan permintaan untuk logam merah itu, sementara kekhawatiran atas pasokan mulai mereda setelah beberapa tambang terbesar Peru melanjutkan ekspor.
Ekspor tembaga dari Pelabuhan Matarani, Peru, dimulai kembali setelah beberapa minggu ditangguhkan karena protes anti-tambang itu yang memblokir infrastruktur utama di sebelah selatan negara tersebut mereda, akhir pekan lalu.
Pertumbuhan  output  industri China jatuh ke level terendah dalam lebih dari 17 tahun dan penjualan mobil merosot pada periode Juli, sementara pertumbuhan investasi  fixed-asset  selama Januari-Juli di bawah perkiraan di tengah perang dagang yang semakin intensif dengan Amerika Serikat.
"Melemahnya pertumbuhan aktivitas pada Juli adalah akibat langsung dari dukungan kebijakan dalam negeri yang lebih lemah sejak akhir Juni. Kami meyakini sikap kebijakan kemungkinan akan dilonggarkan lagi pada Agustus untuk mendukung pertumbuhan ekonomi," kata analis Goldman Sachs dalam sebuah laporan.
Harga tembaga untuk kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange turun 0,6% menjadi USD5.792 per ton, pada pukul 14.19 WIB, menghentikan lonjakan 1,5% pada sesi sebelumnya yang didukung oleh berita bahwa Amerika Serikat akan menunda tarif pada beberapa barang China, demikian laporan  Reuters , di Singapura, Rabu (14/8).
Sementara, kontrak tembaga yang paling aktif diperdagangkan di Shanghai Futures Exchange melemah 0,1% menjadi 46.580 yuan (USD6.641,57) per ton.
"(Data tersebut) masih lebih lemah dari perkiraan, semi-produksi juga pada laju kecepatan yang sama. Masalah perdagangan akan berlangsung lama," kata analis CRU, He Tianyu.
"Kebijakan dan  tweet  Trump akan menggeser harga tembaga dalam waktu yang sangat singkat, (tetapi) permintaan riil tidak dapat berubah begitu cepat."
Harga logam dasar lainnya sebagian besar juga tertekan. Aluminium LME turun 0,2%, nikel berkurang 0,1%, seng merosot 1% dan timbal melemah 0,7%. Di Bursa Berjangka Shanghai, aluminium turun 0,1%, namun nikel naik 0,6%, dan seng meningkat 0,2%.
China memproduksi 2,98 juta ton aluminium sepanjang bulan lalu, anjlok 2,2% (y ear-on-year ), menurut Biro Statistik Nasional, menempatkan produksi harian sekitar 96.000 ton, turun dari sekitar 99.000 ton pada Juni.
Presiden Donald Trump, Selasa, membatalkan batas waktu 1 September untuk penerapan tarif 10% pada beberapa impor China, sementara perwakilan dagang AS dan China melakukan pecakapan telepon untuk membahas masalah perdagangan.
Presiden Joko Widodo akan membuat keputusan akhir tentang apakah Indonesia bakal memajukan larangan ekspor bijih mineral yang saat ini akan mulai berlaku pada 2022, tutur Kemenenterian ESDM , Selasa. (ef)

Sumber : Admin

berita terbaru