Harga Minyak Melemah setelah Sanksi AS Redakan Kekhawatiran Eskalasi Konflik dengan Iran
Saturday, June 21, 2025       08:08 WIB

Ipotnews - Harga minyak dunia ditutup turun pada hari Jumat setelah Amerika Serikat menjatuhkan sanksi baru terkait Iran, langkah yang menunjukkan pendekatan diplomatik dan menumbuhkan harapan akan tercapainya kesepakatan melalui jalur negosiasi. Hal ini terjadi sehari setelah Presiden Donald Trump menyatakan akan memutuskan dalam dua minggu apakah AS akan terlibat dalam konflik antara Israel dan Iran.
Minyak Brent ditutup turun sebesar USD 1,84 atau 2,33% ke level USD 77,01 per barel.
Minyak mentah AS jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli - yang tidak diperdagangkan pada hari Kamis karena hari libur nasional AS dan akan berakhir pada hari Jumat - ditutup turun 21 sen atau 0,28% ke level USD 74,93. Sementara kontrak bulan Agustus yang lebih aktif diperdagangkan, berakhir pada USD 73,84.
Secara mingguan, harga Brent naik 3,6%, sedangkan kontrak utama WTI AS naik 2,7%.
Pemerintah Trump mengumumkan sanksi baru terhadap Iran, termasuk terhadap dua entitas yang berbasis di Hong Kong, serta sanksi yang berkaitan dengan kontra-terorisme, menurut pengumuman yang dipublikasikan di situs Departemen Keuangan AS.
Sanksi tersebut menargetkan setidaknya 20 entitas, lima individu, dan tiga kapal, menurut Kantor Pengawasan Aset Asing Departemen Keuangan AS.
"Sanksi ini memiliki dampak ganda. Ini bisa jadi bagian dari pendekatan negosiasi yang lebih luas terhadap Iran. Fakta bahwa mereka memilih jalur ini adalah sinyal bahwa mereka berusaha menyelesaikan konflik ini tanpa kekerasan," kata John Kilduff, mitra di Again Capital, New York.
Harga minyak sempat melonjak hampir 3% pada hari Kamis setelah Israel membombardir fasilitas nuklir di Iran, dan Iran - sebagai produsen minyak terbesar ketiga OPEC - membalas dengan meluncurkan rudal dan drone ke Israel. Kedua pihak belum menunjukkan tanda-tanda mereda dalam perang yang telah berlangsung selama seminggu tersebut.
Harga Brent kemudian terkoreksi setelah Gedung Putih menyatakan bahwa Trump akan memutuskan dalam dua minggu apakah AS akan turut campur dalam konflik Israel-Iran.
"Meski eskalasi besar belum terjadi, risiko gangguan pasokan dari kawasan tersebut tetap tinggi, bergantung pada potensi keterlibatan AS," ujar Russell Shor, analis pasar senior di Tradu.com.
Duta Besar Israel untuk PBB menyatakan bahwa negaranya mengharapkan upaya nyata dari pertemuan antara para menteri Eropa dan Iran pada hari Jumat dalam menangani kemampuan nuklir Iran, bukan sekadar putaran pembicaraan biasa.
"Namun, selama Israel dan Iran terus saling menyerang, selalu ada kemungkinan tindakan tak terduga yang dapat memperluas konflik dan berimbas pada infrastruktur minyak," kata analis dari PVM, John Evans.
Iran sebelumnya pernah mengancam akan menutup Selat Hormuz, jalur strategis bagi ekspor minyak dari Timur Tengah.
Namun sejauh ini, ekspor minyak belum terganggu dan pasokan tetap tersedia, menurut analis UBS, Giovanni Staunovo. "Arah harga minyak ke depan akan sangat bergantung pada apakah terjadi gangguan pasokan atau tidak," ujarnya.
Jika konflik meningkat hingga ke level di mana Israel menyerang infrastruktur ekspor atau Iran mengganggu pengiriman melalui Selat Hormuz, harga minyak berpotensi menyentuh USD 100 per barel, menurut analis Panmure Liberum, Ashley Kelty.
Sementara itu, Uni Eropa dilaporkan membatalkan rencananya untuk menurunkan batas harga minyak Rusia menjadi USD 45, menurut Bloomberg.
Di sisi lain, perusahaan energi AS memangkas jumlah rig pengeboran minyak dan gas alam untuk minggu kedelapan berturut-turut - pertama kalinya sejak September 2023 - menurut laporan mingguan dari perusahaan jasa energi Baker Hughes. Jumlah rig aktif, yang menjadi indikator awal produksi masa depan, turun satu unit menjadi total 554 pada pekan yang berakhir 20 Juni, level terendah sejak November 2021.
(reuters/mk)

Sumber : admin