Investasi Pasif Versus Aktif, Simak Strategi Tepat Bagi Investor Ritel
Friday, July 29, 2022       14:57 WIB

Ipotnews - Asiantrust Asset Management menilai, sejatinya para investor selalu menginginkan hasil optimal dari investasi di pasar modal, namun tujuan ini tidak tercapai tanpa adanya pengelolaan portofolio secara tepat.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Komite Investasi Asiantrust Asset Management, Julian Alexander Thio dalam keterangannya yang dilansir di Jakarta, Jumat (29/7). Dia menyebutkan, salah satu faktor yang berpengaruh besar untuk mencapai hasil optimal tersebut adalah strategi investasi.
Julian memaparkan, secara umum, terdapat dua strategi investasi dalam pengelolaan portofolio yaitu, strategi aktif dan pasif. Pengelolaan portofolio secara pasif merupakan pengelolaan portofolio yang dilandasi proses pembobotan aset ---misalnya saham--- sesuai dengan bobot aset tersebut dalam indeks acuan tertentu.
Sementara itu, pengelolaan aktif adalah strategi investasi yang proses pembobotan asetnya dilakukan secara aktif, sehingga cukup berbeda dengan bobot aset tersebut di dalam indeks acuan.
"Untuk para investor pasif, mereka cenderung akan membeli reksa dana indeks atau ETF yang mengikuti pergerakan indeks tertentu, seperti IHSG atau S&P 500 untuk mencapai hasil investasi yang sesuai dengan return pasar," ujar Julian.
Sedangkan, lanjut dia, tujuan dari investor aktif berupa mencapai target return yang lebih tinggi dari return pasar. Julian menegaskan, pada dasarnya, masing-masing strategi investasi memiliki kelebihan dan kekurangan, tetapi semuanya bergantung pada tujuan investasi pemilik modal.
"Manfaat utama strategi investasi pasif adalah, biaya perdagangan dan biaya pengelolaan portofolio yang cenderung lebih murah, seperti pada Exchange Traded Fund (reksa dana yang diperdagangkan di Bursa/ETF). Transaksi di dalam portofolio tersebut akan cenderung lebih sedikit dibandingkan reksa dana saham yang dikelola secara aktif," tutur Julian.
Dia mengatakan, strategi investasi aktif melibatkan manajer portofolio yang berperan aktif dalam mengelola dana. Bahkan, kerap memiliki biaya perdagangan maupun pengelolaan yang relatif lebih tinggi, selain risiko dan volatilitas yang lebih tinggi dibanding indeks acuannya.
Singkatnya, ujar Julian, investasi pasif merupakan cara yang bagus untuk berinvestasi, karena menawarkan akses untuk membangun portofolio yang terdiversifikasi dengan baik, sesuai dengan pilihan pasar atau indeks tertentu, seperti IHSG , S&P 500 atau indeks lainnya.
"Namun, ketika berbicara tentang pasar saham di Indonesia, kami berpikir bahwa strategi pasif mungkin tidak cukup baik untuk menghasilkan keuntungan jangka panjang yang diinginkan oleh investor," imbuhnya.
Berdasarkan data historis, Indeks S&P 500 memperoleh imbal hasil tahunan sekitar 8-11 persen dalam kurun 5-30 tahun terakhir secara konsisten. Tetapi, IHSG hanya mendapatkan rata-rata imbal hasil tahunan yang cenderung menurun dari tahun ke tahun, yakni rata-rata sebesar 11 persen dalam 30 tahun terakhir, dan hanya rata-rata 3 persen dalam lima tahun terakhir.
Apabila mengacu pada data historis tersebut, maka lebih tepat untuk menerapkan strategi investasi aktif, agar bisa menghasilkan return optimal bagi investor. Menurut Julian, Asiantrust Asset Management memiliki sejumlah strategi pengelolaan portofolio untuk mendapatkan return optimal.
"Untuk proses awal, kami akan mendasari strategi investasi dari kondisi makro ekonomi seperti suku bunga, pertumbuhan ekonomi, inflasi, neraca perdagangan, kebijakan bank sentral dan indikator-indikator lainnya. Setelah mendapatkan gambaran mengenai kondisi makro, tim kami akan melakukan alokasi aset antara saham, obligasi dan deposito," papar Julian.
Selanjutnya, kata dia, pihaknya akan melakukan evaluasi atas saham dan sektor yang dinilai memiliki potensi. Demikian juga terkait durasi obligasi yang dipilih, tentunya akan disesuaikan dengan pandangan terhadap pasar surat utang.
Terkait alokasi saham, ucap Julian, penting untuk menimbang target harga dan asumsi yang digunakan dalam menentukan target harga tersebut. "Alokasi atas saham tergantung pada asumsi kami, keyakinan atas kenaikan harga dan margin of safety, dengan asumsi-asumsi yang dipergunakan dari target price," ucapnya.
Dia menyatakan, di saat kondisi makro mengalami inflasi dan perekonomian dunia dibayangi tren kenaikan suku bunga, Asiantrust melakukan penempatan lebih (overweight) di sektor perbankan, seperti , , dan . "Walaupun Bank Indonesia masih mempertahan suku bunga acuan di level 3,5 persen, pertumbuhan volume kredit dan kondisi sektor perbankan dinilai masih cukup kuat".
Kalau pun Bank Indonesia pada akhirnya menaikkan suku bunga acuan, tegas dia, keempat big banks tersebut akan tetap diuntungkan, karena kenaikan BI 7day Reverse Repo Rate akan menaikkan net interest margin (NIM). Demikian juga dengan sektor komoditas, seperti batubara dan agrikultur yang masih positif.
"Secara umum, kami selalu tertarik pada perusahaan-perusahaan dengan fundamental yang baik dan di harga yang relatif murah," kata Julianto.
Dia melanjutkan, setelah proses pengalokasian saham rampung, maka langkah berikutnya adalah menghitung risiko dan return ratio portofolio. "Jadi, kalau potensi return tinggi dan risikonya juga sangat tinggi, maka mesti melakukan pendekatan optimalisasi yang berbeda pula," ucapnya. (Budi)

Sumber : admin