Tak Punya Arah Jangka Panjang, Perubahan Kebijakan di Kementerian BUMN Dikritik
Tuesday, December 03, 2019       19:18 WIB

Ipotnews - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI), Agus Pambagio, mengkritik buruknya manajemen pengelolaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ). Menurutnya, mayoritas BUMN merugi karena sejak lama pemerintah tidak punya arah jangka panjang yang jelas dalam pengelolaan BUMN akan dibawa seperti apa.
"Harus jelas dulu pemerintah maunya BUMN tumbuh menjadi korporasi dengan profit yang bagus atau fokus menjalankan tugas dari negara sebagai agen pembangunan nasional. Keduanya itu tidak bisa bersama-sama, harus dipilih salah satu mana yang jadi prioritas," kata Agus saat dihubungi oleh Ipotnews, Selasa (3/12/2019).
Agus mengaku tidak heran apabila dari jumlah BUMN yang mencapai ratusan, hanya segelintir saja yang bisa menyumbang pendapatan besar dari pemerintah. Menurutnya, dengan begitu banyaknya penugasan pemerintah terhadap BUMN dalam beberapa tahun terakhir, wajar keuntungan BUMN menjadi tergerus.
"Ditambah lagi baru sebagian kecil BUMN yang sudah menerapkan good corporate governance (GCG) dalam pengeloaan manajemennya. Sebagian besar BUMN yang lain, belum. Belum lagi masalah korupsi di beberapa BUMN ," ujar Agus.
Agus juga mengkritik rencana Erick melakukan evaluasi ulang pembentukan perusahaan induk (holding) sektoral perusahaan-perusahaan BUMN . Menurutnya, pergantian Menteri BUMN tidak serta merta harus disertai perubahan kebijakan yang besar. Seharusnya Kementerian BUMN punya kebijakan jangka panjang yang bisa memastikan siapapun Menteri BUMN selanjutnya, kebijakan yang baik dari pendahulunya tetap bisa diteruskan.
"Jangan tiap ganti menteri, ganti kebijakan," tutur Agus.
Sebagaimana diketahui, Menteri BUMN Erick Thohir mengeluhkan pendapatan pemerintah dari perusahaan pelat merah hanya bersumber dari 15 perseroan saja. Sebanyak 15 perusahaan itu menyumbang porsi 76 persen dari total pendapatan BUMN .
"Total profit yang dihasilkan perusahaan BUMN ialah Rp 210 triliun. Tapi 76 persen hanya berasal dari 15 perusahaan," ujar Erick Thohir saat rapat bersama dengan Komisi VI DPR, Jakarta, Senin, (2/12/2019).
Padahal total jumlah perusahaan BUMN yang dimiliki pemerintah berjumlah 142 perusahaan. Sebanyak 15 perseroan penyumpang profit terbesar kebanyak bidang usahanya bergerak di sektor telekomunikasi, perbankan serta minyak dan gas.
Erick Thohir mengatakan temuan ini mesti diantisipasi ke depan. Sebab, selain jumlah perseroan yang menghasilkan untung terlampau minim, nasib jangka panjang dari sektor perusahaan pelat merah yang tercatat profit dipertanyakan. "Misalnya industri perbankan. Enggak tahu nasibnya 10-15 tahun mendatang karena sekarang berkembang e-payment," ujar mantan Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi - Amin tersebut.
Erick Thohir memastikan Kementerin BUMN segera menyusun strategi jangka panjang untuk mengantisipasi persoalan ini. Ia pun menyebut telah menyisir beberapa potensi yang membuat perseroan buntung, seperti adanya anak-anak usaha yang terlalu gemuk.
Erick berharap perusahaan BUMN mampu menjadi lokomotif pembangunan. Sebab, BUMN saat ini merupakan salah satu penggerak ekonomi terbesar bagi negara. (Adhitya)

Sumber : admin