Valuasi Saham Emerging Market Anjlok ke Rekor Diskon Terbesar Terdahap Saham AS: IIF
Wednesday, April 08, 2020       16:37 WIB

Ipotnews - Institute of International Finance (IIF) menyebutkan, valuasi harga saham  emerging market  (EM) telah turun ke rekor diskon terbesar terhadap ekuitas AS. Sejumlah investor membuang aset yang dianggap berisiko selama krisis virus korona. Namun lebarnya kesenjangan valuasi menggoda investor lain untuk memburu ekuitas EM 'secara agresif'.
Saham-saham di EM sekarang diperdagangkan dengan rata-rata 7,8 kali laba, berdasarkan rasio harga terhadap laba per saham yang disesuaikan secara siklis ( CAPE ), atau diskon 65 persen terhadap rasio CAPE bursa saham AS sebesar 22,6 kali.
Penurunan 23 persen indeks MSCI Emerging Markets tahun ini telah memangkas rasio CAPE ke bawah level yang terjadi selama krisis keuangan global. Sebaliknya, ekuitas AS, yang mengacu pada indeks S&P 500, masih nyaman di atas valuasi terendahnya di tahun 2009 sebesar 13,7 kali.
CAPE , yang dihitung berdasarkan pada laba rata-rata yang disesuaikan dengan inflasi selama 10 tahun sebelumnya, dipandang oleh beberapa analis sebagai tolok ukur valuasi tunggal terbaik karena meredam  booming  dan  bust  dengan melihat seluruh siklus ekonomi. Dengan melakukan itu, CAPE menghindari masalah standar tentang saham yang tampak mahal ketika keuntungannya sedang jatuh di masa resesi, dan murah ketika keuntungan sedang berada di puncaknya.
Sonja Gibbs, direktur pelaksana untuk inisiatif global di IIF mengatakan, ketangguhan bursa saham AS mencerminkan dorongan yang diharapkan dari stimulus fiskal dan moneter, sementara ekuitas pasar negara berkembang tengah terpukul oleh eksposur mereka terhadap sektor komoditas dan pariwisata.
Sonja menambahkan, investor juga dihantui oleh "risiko likuiditas [valuta asing] nyata" untuk perusahaan-perusahaan dengan  leverage  yang tinggi di EM. Beban utang menjadi lebih berat untuk dilunasi ketika mata uang turun terhadap dolar.
"Karena investor ritel maupun institusional menimbun uang tunai dengan kecepatan yang luar biasa, kurangnya visibilitas pada laba perusahaan dan antisipasi terhadap kemungkinan kehilangan pekerjaan merusak minat investor terhadap aset berisiko," ujar Gibbs, seperti dikutip Financial Times, Rabu (8/4).
Richard Titherington,  chief investment officer  untuk ekuitas EM di JPMorgan Asset Management, London, berpendapat bahwa melebarnya jurang penilaian merupakan sinyal bahwa saham-saham AS sudah dinilai terlalu tinggi ( overvalued ), meskipun ada penurunan 17,5 persen tahun ini, daripada semakin murahnya harga saham EM.
Dia mengatakan bahwa pada ukuran pilihannya adalah harga berdasarkan nilai buku ( price-to-book value ). Saham EM sekarang diperdagangkan pada 1,38 kali, masih di atas posisi terendah 1,17 kali ketika krisis keuangan global, dan 0,9 kali pada tahun 1998 di tengah krisis keuangan Asia.
"Saya tidak berpikir bahwa 1,38 adalah sangat menarik," katanya Titherington. "Angka di sekitar 1,2 adalah besaran yang yang masuk akal untuk mulai membeli," imbuhnya.
Namun Justin Leverenz,  chief investment officer  ekuitas pasar negara berkembang di Invesco, mengaku "tidak pernah lebih bersemangat selama lebih dari satu dekade lalu," terhadap saham-saham EM.
"Kita harus cukup selektif, tetapi harganya sekarang ini benar-benar spektakuler di beberapa tempat," ujarnya, tentang pasar Rusia, India, dan Brasil. Leverenz mengaku cukup "agresif" membeli saham di Brasil, yang menurutnya memiliki daya tarik tambahan berupa mata uang yang murah.
Federal Reserve AS telah berusaha membantu menstabilkan ekonomi EM, antara lain, dengan perjanjian pembelian kembali surat utang senilai USD60 miliar dengan Bank Indonesia, Selasa lalu, untuk membuka jalur pertukaran dolar dengan banyak negara maju dan berkembang.
Ms Gibbs setuju bahwa valuasi saham EM terlihat "menarik". Tetapi dia menambahkan bahwa kekhawatiran terhadap pertumbuhan dan harga komoditas, ditambah dengan efek Covid-19 pada sistem jaminan perawatan kesehatan, "masih belum memadai", sehingga "akan membebani minat untuk mengambil risiko".
Dia mencatat bahwa korelasi positif antara saham EM dan harga komoditas sudah mendekati level tertinggi sepanjang masa. (Financial Times)

Sumber : Admin

berita terbaru
Thursday, Apr 25, 2024 - 17:42 WIB
Indonesia Market Summary (25/04/2024)
Thursday, Apr 25, 2024 - 17:33 WIB
Perubahan Kepemilikan Saham FOLK, Beli dan Jual
Thursday, Apr 25, 2024 - 17:27 WIB
Pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan BRIS
Thursday, Apr 25, 2024 - 17:22 WIB
Pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan WTON
Thursday, Apr 25, 2024 - 17:19 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of NIKL
Thursday, Apr 25, 2024 - 16:58 WIB
Perubahan Kepemilikan Saham BJBR, Beli