Ipotnews - China mungkin akan memberikan stimulus yang lebih besar, mendorong sektor manufaktur, dan membiarkan yuan melemah untuk mengimbangi dampak negatif dari masa kepresidenan Donald Trump yang kedua terhadap ekonomi China.
Sebanyak 15 dari 19 ekonom yang disurvei oleh Bloomberg News pasca pemilu AS minggu lalu mengatakan bahwa langkah-langkah tersebut bisa membatasi dampak pada pertumbuhan hingga kurang dari 1 poin persentase rata-rata setiap tahun selama masa jabatan empat tahun Donald Trump.
Tiga orang di antaranya memperkirakan penurunan 1 hingga 2 poin persentase pada produk domestik bruto, sementara satu ekonom tidak melihat adanya dampak yang signifikan.
"China akan tumbuh lebih lambat karena pemerintahan Trump kedua di Amerika Serikat, meskipun kerugian-kerugian seperti itu akan diimbangi sebagian oleh stimulus anggaran dan moneter," ujar Dennis Shen, ekonom utama China di Scope Ratings, seperti dikutip Bloomberg, Selasa (12/11).
Trump telah mengancam penerapan tarif 60% untuk barang-barang China yang dapat menghancurkan perdagangan AS-China. Pukulan Trump akan mempersulit upaya Beijing untuk menstabilkan ekonomi yang terseret oleh kemerosotan properti selama bertahun-tahun dan tekanan deflasi yang terus-menerus.
Prospek perang dagang yang meluas telah meningkatkan ekspektasi otoritas China untuk mengeluarkan langkah-langkah stimulus yang lebih agresif untuk memacu permintaan domestik demi menutupi penurunan ekspor.
Sebuah paket fiskal yang diumumkan China, Jumat lalu mengecewakan para investor yang menginginkan langkah-langkah yang lebih langsung untuk mendorong konsumsi, meskipun Menteri Keuangan Lan Fo'an mengisyaratkan langkah-langkah yang lebih berani pada tahun depan.
Mayoritas ekonom memperkirakan China akan menaikkan defisit anggaran secara luas sebagai respon atas terpilihnya kembali Trump, langkah ini paling banyak disebut di antara semua opsi kebijakan yang diajukan dalam survei.
Langkah ini akan diikuti oleh pelonggaran kebijakan moneter, lebih banyak dukungan pada sektor perumahan dan investasi yang lebih besar di bidang manufaktur. Beberapa analis menyebutkan bahwa program pembagian uang tunai langsung menjadi salah satu pilkihan lain.
Lebih dari separuh responden mengatakan Beijing mungkin akan melemahkan yuan, yang akan membuat ekspor China lebih kompetitif dan membantu mengimbangi beberapa potensi tarif. Tetapi para ekonom sangat berbeda pendapat tentang tingkat depresiasi mata uang tersebut, dengan perkiraan berkisar antara 7,3 hingga 8 per dolar untuk tahun 2025.
"Ini tergantung pada seberapa besar tarif yang kita dapatkan dari AS," kata Zhennan Li, analis dari Banque Pictet & Cie SA, Hong Kong. Ia memperkirakan yuan offshore bisa melemah menjadi 7,5 terhadap dollar jika pemerintahan Trump mengenakan pungutan tambahan 20% untuk semua impor China dan sebanyak 7,7 jika tarif mencapai 60%.
Beberapa ekonom, termasuk Raymond Yeung dari ANZ Bank, berpendapat bahwa Beijing lebih ingin menstabilkan mata uangnya daripada melakukan devaluasi yang kompetitif. Yuan yang melemah dapat mendorong arus keluar modal dan semakin membuat para investor enggan berinvestasi di sebuah negara yang sedang berada di jalur menuju arus keluar bersih tahunan pertamanya dalam investasi asing langsung sejak tahun lalu.
Yuan offshore diperdagangkan pada 7,25 per dolar pada pukul 13.00 WIB hari Selasa, terlemah sejak Agustus.
Para responden tidak terlalu yakin tentang impor AS apa saja yang mungkin akan dikenakan tarif oleh China. Sebagian besar dari mereka menyebutkan bahwa produk pertanian adalah jenis barang yang paling mungkin menjadi sasaran pungutan pembalasan, di atas kategori-kategori seperti mineral dan mobil.
Pabrik dan pertanian di seluruh Midwest dan Selatan Amerika merupakan pusat dukungan politik Trump, dan hasil produksi mereka sering menjadi sasaran pembalasan tarif oleh China selama masa jabatan pertama Trump.
Kedelai adalah target yang paling mungkin, kata para ekonom, diikuti oleh daging sapi dan jagung, lalu mobil. Beijing juga dapat membatasi ekspor logam tanah jarang dan baterai untuk kendaraan listrik sebagai pembalasan, menurut beberapa responden.
Tarif tinggi Trump dapat mendorong China untuk mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan mitra dagang lainnya, seperti negara-negara Asia Tenggara dan bahkan Uni Eropa, yang mengikuti AS dalam meningkatkan hambatan perdagangan untuk memperlambat masuknya barang-barang murah asal China.
Produsen-produsen China kemungkinan akan meningkatkan investasi di basis-basis produksi di luar negeri untuk menghindari pungutan-pungutan AS dan melindungi diri mereka sendiri dari guncangan-guncangan perdagangan, kata beberapa ekonom.
Namun, ekonom lainnya memperingatkan bahwa eksportir China yang berusaha menjual lebih banyak ke negara lain untuk menutupi kerugian di pasar AS juga dapat memicu reaksi dari negara lainnya. Hal ini pada gilirannya dapat menabur benih-benih perang dagang yang meningkat dan melibatkan banyak negara.
"Hal ini akan memicu beberapa penolakan di antara para mitra dagang China, yang akan bergerak untuk melindungi industri dalam negerinya dari peningkatan ekspor China," kata Julian Evans-Pritchard, kepala ekonomi China di Capital Economics. (Bloomberg)
Sumber : admin
powered by: IPOTNEWS.COM