News & Research

Reader

Kecenderungan yang Terjadi pada Industri Reksadana Modern Saat Ini
Thursday, February 25, 2021       15:41 WIB

Artikel berjudul  Challenging the Conventional Wisdom on Active Management: A Review of the Past 20 Years of Academic Literature of Actively Managed Mutual Funds , yang ditulis K.J.Martijn Cremers, Jon A.Fulkerson & Timothy B.Riley, merupakan artikel yang menarik karena berusaha melihat persoalan teknik investasi (manajemen investasi aktif vs manajemen investasi pasif) dari sudut pandang yang berbeda.
Di artikel yang dipublikasikan pada majalah Financial Analyst Journal dari CFA Institute itu, para penulis berusaha memberikan perspektif yang berbeda daripada pendapat yang umum beredar di masyarakat ( conventional wisdom ) saat ini, bahwa teknik pengelolaan investasi secara aktif tidak memberikan hasil yang diinginkan ( underperform ) setelah memperhitungkan biaya-biaya investasi.
Seperti biasa, tulisan ini hanya menyajikan hasil riset reksadana di Amerika Serikat karena riset reksadana yang memadai tidak tersedia di Indonesia. Tetapi kecenderungan yang terjadi di Amerika Serikat, pada gilirannya, juga akan terjadi di Indonesia.
Artikel ini cukup unik dan berpotensi untuk mengundang perdebatan karena menampilkan sesuatu yang bertentangan dengan pendapat yang umum berlaku. Walaupun demikian, dengan mempublikasikan artikel ini tidak berarti kami setuju seratus persen dengan pendapat yang diutarakan oleh Cremers, Fulkerton, dan Riley.
Artikel ini kami publikasikan lebih untuk memberikan pemahaman yang berimbang atas perdebatan seputar teknik investasi aktif (reksadana konvensional) dengan teknik investasi pasif (Exchange Traded Fund). Untuk pembaca yang tertarik, terutama dari kalangan manajer investasi, sila membuka tautan (link) ke artikel aslinya; https://doi.org/10.1080/0015198x.2019.1628555.
Pendapat Umum atas teknik Pengelolaan Dana pada Reksa Dana Ekuitas
Pendapat yang umum berlaku terhadap reksa dana yang dikelola secara aktif di Amerika Serikat mengatakan bahwa, secara rata-rata, teknik pengelolaan dana secara aktif hanya memberikan sedikit nilai tambah kepada para pemodalnya. Pendapat ini dibuat dengan berdasarkan pada temuan-temuan berikut:
(1) Kinerja rata-rata reksa dana ada di bawah tolok ukurnya setelah biaya-biaya.
(2) Kinerja dari reksadana-reksadana terbaik tidak bertahan lama ( persistent )
(3) Beberapa Manajer Investasi menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan ( skill ), tetapi hanya sedikit dari antaranya yang memiliki kemampuan di atas biaya-biaya yang dikeluarkan.
Komponen pertama dari 'pendapat umum' ini adalah bahwa secara rata-rata, kinerja reksadana akan berada di bawah tolok ukurnya ( underperform ), setelah memperhitungkan biaya-biaya. Secara teori, kinerja rata-rata manajer investasi yang mengelola reksa dana secara aktif akan berada di bawah tolok-ukurnya, karena teknik pengelolaan dana secara aktif adalah  zero sum game , sebelum memperhitungkan biaya-biaya.
Disebut  zero sum game  karena keuntungan dari seorang manajer investasi (karena transaksi suatu saham) pasti adalah kerugian dari satu atau beberapa manajer investasi lainnya. Transaksi yang  zero sum  ini lalu berubah menjadi  negative sum  setelah biaya-biaya pengelolaan dana ikut diperhitungkan.
William Sharpe (1991, 2013) menyebut fenomena ini sebagai " the arithmetic of active management ", dan John Bogle (2005) menyebutnya sebagai " the relentless rules of humble arithmetic ".
Komponen ke dua dari 'pengapat umum' ini -bahwa kinerja dari reksadana-reksadana terbaik tidak bertahan lama ( persistent ) - mengacu pada  issue luck vs skill  (keberuntungan vs kemampuan). Misalnya kita tinjau kasus seorang manajer investasi yang telah mengalahkan ( outperform ) tolok ukurnya ( benchmark ) di masa lalu.
Jika manajer investasi ini sungguh memiliki kemampuan ( skill ) mengelola dana, maka prestasi kinerjanya dapat diharapkan untuk terus bertahan di masa yang akan datang. Sebaliknya, jika manajer investasi ini bisa mengalahkan tolok ukurnya semata-mata karena keberuntungan, maka prestasi kinerjanya tidak dapat diharapkan untuk bertahan lama.
Jika semua prestasi kinerja ( outperformance ) berasal dari keberuntungan, dan bukan kemampuan, maka investasi bahkan di dalam reksadana-reksadana aktif yang terbaik pun tidak ada gunanya ( does not make sense ).
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Carhart (1997) ditemukan bahwa persistensi hanya terjadi di antara reksadana-reksadana yang kinerjanya paling buruk, dan ia menyimpulkan bahwa hasil dari riset yang dilakukannya tidak membuktikan adanya manajer investasi yang memiliki kemampuan atau informasi untuk mengalahkan tolok ukur.
Komponen ketiga dari 'pendapat umum' ini - bahwa beberapa manajer investasi memiliki kemampuan, tetapi hanya sedikit dari antaranya yang memiliki kemampuan di atas biaya-biaya yang dikeluarkan - tidak memberikan kesimpulan bahwa manajer investasi sama sekali tidak memiliki kemampuan ( skill ). Tetapi, komponen ketiga ini berarti bahwa biaya-biaya yang menjadi beban pemodal untuk mendapatkan akses pada skill tersebut sama atau lebih besar nilainya dibanding kemampuan ( skill ) itu.
Barras, Scaillet, and Wermers (2010) berargumen bahwa hanya 0,6% dari reksadana-reksadana di AS yang mempunyai kemampuan di atas biaya-biaya yang mereka kenakan, dan bahwa 'proporsi reksadana-reksadana yang memiliki kemampuan' telah berkurang dari 14,4% pada awal tahun 1990 menjadi 0,6% pada akhir tahun 2006.
Kecenderungan persistensi yang makin menurun ini adalah elemen penting daripada pendapat umum (tentang reksadana aktif), karena penjelasan yang sering dikutip tentang penurunan ini bermakna bahwa 'penurunan ini tidak akan berbalik arah kembali'.
Bernstein (1998) berpendapat bahwa kecenderungan yang menurun itu disebabkan oleh 'efisiensi yang makin besar pada pasar ekuitas'. Karena sejalan dengan meningkatnya efisiensi pasar, maka manajer investasi yang mengelola dananya secara aktif akan menemukan bahwa kesempatan berinvestasi yang menguntungkan akan menjadi makin sedikit, untuk menutupi biaya-biaya yang dikeluarkan.
Jumlah kesempatan berinvestasi yang menguntungkan juga akan menjadi makin sedikit, karena upaya untuk mengumpulkan informasi itu telah menjadi makin mudah dan murah.
Temuan Riset Mutakhir pada Reksadana Bersifat Ekuitas yang Dikelola secara Aktif
Pendapat umum ( conventional wisdom ) di atas memperoleh dukungan pada beberapa literatur akademik, tetapi porsi terbesar dari literatur-literatur itu justru menentangnya. Riset terbaru telah menemukan bahwa manajer-manajer investasi yang mengelola dana secara aktif memiliki kemampuan ( skill ) yang signifikan yang dapat dibuktikan; bahwa kemampuan-kemampuan ( skills ) itu memberikan nilai nyata bagi pemodal; dan bahwa kemampuan-kemampuan ( skills ) itu bertahan dalam waktu lama.
Temuan hasil riset yang mutakhir ini seringkali mempergunakan alat ukur yang baru, seperti ukuran 'nilai tambah' dari Berk dan van Binsbergen (2015) atau menerapkan metode-metode pengukuran yang baru.
Referensi:
  • Barras, Laurent, Olivier Scaillet, and Russ Wermers. 2010. " False Discoveries in Mutual Fund Performance: Measuring Luck in Estimated Alphas ." Journal of Finance 65(1): 179-216.
  • Berk, Jonathan, and Jules van Binsbergen. 2015. " Measuring Skill in the Mutual Fund Industry ." Journal of Financial Economics 118 (1):1-20.
  • Bernstein, Peter. 1998. "Where , Oh Where Are the 400 Hitters of Yesteryear? " Financial Analyst Journal 54(6):6-14.
  • Carhart, Mark. 1997. " On   Persistence in Mutual Fund Performance ." Journal of Finance 52(1):57-82.
  • Sharpe, William.1991. " The Arithmetic of Active Management ". Financial Analyst Journal 47(1):7-9.
  • Sharpe, William.2013. " The Arithmetic of Investment Expenses ". Financial Analyst Journal 69(2):34-41.

 Oleh : Fredy Sumendap, CFA 

Sumber : IPS

powered by: IPOTNEWS.COM