JAKARTA, investor.id - Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat lagi pada Senin sore (21/4/2025). Hal itu karena ketidakpastian baru seputar kebijakan moneter AS, setelah Presiden Donald Trump mengumumkan rencana untuk merombak The Fed
Mata uang rupiah ditutup menguat lagi sebesar 70 poin (0,41%) berada di level Rp 16.806,5 per dolar AS. Sedangkan indeks dolar terlihat anjlok 1,2% menjadi 98,03. Nilai tukar rupiah sempat menguat sebesar 3,5 poin (0,02%) berada di level Rp 16.833,5 per dolar AS pada Kamis (17/4/2025).
Analis mata uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, penasihat ekonomi Gedung Putih Kevin Hassett mengatakan pada Jumat (18/4/2025) bahwa Trump dan timnya terus mempelajari apakah mereka dapat memecat Ketua Fed Jerome Powell. "Hal ini memicu kekhawatiran tentang independensi Fed, yang mengirimkan riak ke pasar keuangan," ungkap Ibrahim, Senin (21/4/2025).
Selain itu, lanjut Ibrahim, Presiden Rusia Vladimir Putin secara tak terduga mengumumkan gencatan senjata satu hari di Ukraina pada hari Sabtu untuk menandai hari raya Paskah Ortodoks. Namun, Rusia melancarkan serangan rudal dan pesawat nirawak ke Ukraina pada Senin pagi, hanya beberapa jam setelah berakhirnya gencatan senjata.
"Baik Kyiv maupun Moskow saling menuduh telah melanggar gencatan senjata, yang telah dikonfirmasi oleh Kremlin tidak akan diperpanjang," papar Ibrahim.
Ibrahim menyebut, tanda-tanda kemajuan dalam perundingan nuklir antara Amerika Serikat dan Iran pada hari Sabtu. Dalam perundingan tersebut, AS dan Iran sepakat untuk mulai menyusun kerangka kerja untuk kesepakatan nuklir potensial, kata menteri luar negeri Iran, setelah perundingan yang oleh seorang pejabat AS digambarkan menghasilkan 'kemajuan yang sangat baik'.
Kemajuan tersebut menyusul sanksi lebih lanjut oleh AS minggu lalu terhadap kilang minyak independen China yang diduga memproses minyak mentah Iran, meningkatkan tekanan pada Teheran di tengah perundingan. "Namun, pasar tetap khawatir tentang dampak kebijakan tarif AS yang agresif dan perang dagangnya dengan China," tegas Ibrahim.
Investor tengah mencermati sejumlah rilis data AS minggu ini, termasuk PMI manufaktur dan jasa bulan April, untuk mengetahui arah perekonomian. Rangkaian rilis PMI minggu ini dapat semakin menggarisbawahi dampak tarif terhadap perekonomian, dengan kondisi manufaktur dan jasa di berbagai negara ekonomi utama diperkirakan akan melemah.
Sentimen Internal
Sedangkan dari sentimen internal, Ibrahim menyebutkan Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Neraca Perdagangan Indonesia pada Maret 2025 surplus US$ 4,33 miliar, naik US$1,23 miliar dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, angka tersebut menurun dibandingkan tahun sebelumnya, sebesar US$0,25 miliar.
"Pada Maret 2025, neraca perdagangan barang mencatat surplus sebesar US$4,33 miliar atau naik sebesar US$1,23 miliar secara bulanan. Dengan demikian, NPI telah mencatatkan surplus selama 59 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," papar Ibrahim.
Lebih lanjut Ibrahim mengatakan, surplus neraca perdagangan Maret 2025 lebih ditopang oleh surplus dari komoditas nonmigas sebesar US$6 miliar, dengan komoditas penyumbang surplus utama adalah lemak dan minyak hewan nabati (HS 15), bahan bakar mineral (HS 27), serta besi dan baja (HS 72).
Pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit US$1,67 miliar dengan komoditas penyumbang defisit adalah hasil minyak dan minyak mentah. NPI pada Maret 2025 masih surplus karena nilai ekspor yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai impor. Kinerja ekspor pada Maret 2025 mencapai US$ 23,25 miliar, atau meningkat 5,59% secara bulanan (mtm).
Sedangkan impor mencapai US$ 18,92 miliar, atau meningkat 0,38% mtm atau bila dibandingkan Februari 2025 yang mencapai US$ 18,85 miliar.
"Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif. Namun, rupiah ditutup menguat direntang Rp 16.750-16.810," tutup Ibrahim.
Sumber : investor.id
powered by: IPOTNEWS.COM