JAKARTA, investor.id - Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup pada Rabu sore (15/4/2025). Hal itu karena Presiden AS Donald Trump mengindikasikan potensi penangguhan tarif otomotif sebesar 25% pada impor kendaraan asing
Mata uang rupiah ditutup terkoreksi sebesar 10,5 poin (0,06%) berada di level Rp 16.837 per dolar AS. Sedangkan indeks dolar terlihat turun 0,65% menjadi 99,56. Nilai tukar rupiah sempat terkoreksi sebesar 40 poin (0,24%) berada di level Rp 16.826,5 per dolar AS pada Selasa (15/4/2025).
Analis mata uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, investor terus berjuang dalam menemukan katalis untuk mendorong pemulihan yang lebih berarti, karena pertumbuhan global secara luas diperkirakan akan melambat seiring tarif AS, yang membahayakan perekonomian global.
Menurut Ibrahim, Trump telah menaikkan tarif pada barang-barang China ke tingkat yang sangat tinggi, mendorong Beijing untuk mengenakan bea balasan atas impor AS dalam perang dagang yang semakin intensif antara dua ekonomi terbesar dunia. "Hal ini dikhawatirkan pasar akan menyebabkan resesi global," ungkap Ibrahim, Rabu (16/4/2025).
Sebagai tanda lebih lanjut dari meningkatnya ketegangan, Ibrahim mengatakan, China telah memerintahkan maskapai penerbangannya untuk tidak menerima pengiriman jet Boeing lebih lanjut sebagai tanggapan atas keputusan AS untuk mengenakan tarif 145% pada barang-barang China, Bloomberg News melaporkan pada hari Selasa.
Selain itu, lanjut dia, data PDB menunjukkan ekonomi China tumbuh 5,4% tahun-ke-tahun di Q1, lebih dari ekspektasi 5,2%. Pertumbuhan PDB kuartal ke kuartal berada di angka 1,2%, sedikit meleset dari ekspektasi 1,4%. "Angka PDB yang kuat muncul setelah serangkaian langkah agresif dari Beijing hingga akhir 2024, saat pemerintah bergerak untuk menopang pertumbuhan ekonomi lokal," jelas Ibrahim.
Namun, Ibrahim mengatakan, angka PDB tersebut menutupi potensi hambatan bagi China dari perang dagang yang sengit dengan AS, yang kemungkinan akan membebani pertumbuhan di kuartal mendatang. Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif kumulatif sebesar 145% terhadap China, yang memicu pungutan balasan sebesar 125% dari Beijing.
SentimenInternal
Ibrahim menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2025 diprediksi melambat menjadi kisaran 4,9% hingga 5%. "Proyeksi ini melambat dari pertumbuhan ekonomi pada kuartal keempat 2024 yang mencapai 5,02%," ucapnya.
Sementara itu, Ibrahim mengatakan, pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan hanya kisaran 4,8% hingga 5%, lebih rendah dari target dalam asumsi ekonomi makro 2025 sebesar 5,2%, dan juga target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029 bahwa ekonomi tahun ini ditargetkan tumbuh 5,3%.
"Dari sisi domestik, tantangan reformasi struktural dan efektivitas belanja pemerintah, perlunya peningkatan produktivitas sektor riil, efektivitas kebijakan fiskal dan moneter, dan urgensi penguatan fundamental ekonomi domestik dinilai menjadi penghambat laju perekonomian," papar Ibrahim.
Bahkan, kondisi fiskal pada awal tahun yang cukup mengkhawatirkan. Seperti APBN per Maret 2025 mencapai Rp 104,2 triliun per akhir Maret 2025, atau setara 0,43% dari produk domestik bruto (PDB). Angka itu sudah sekitar 16,9% dari target defisit anggaran pendapatan dan belanja negara pada 2025 yang senilai Rp 616,2 triliun atau setara 2,53% dari PDB.
Selain itu, Ibrahim menyebut, daya beli masyarakat yang masih menurun ditandai deflasi Januari-Februari 2025, terjadi PHK dan jumlah pengangguran yang cukup besar, lapangan kerja masih minim terserap, termasuk industri padat karya berguguran.
"Sedangkan untuk perdagangan senin depan, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp 16.830-16.890," tutup Ibrahim.
Sumber : investor.id
powered by: IPOTNEWS.COM