Ipotnews - Kebijakan insentif untuk kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% tak mampu menolong Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG ) dari kuatnya gempuran faktor eksternal dari Amerika Serikat.
Mengutip data aplikasi IPOT pada Jumat (20/12) pukul 13.37 WIB, IHSG sedang melemah dari 7.394 menjadi 6.995, turun 399 poin atau 5,4% dalam seminggu terakhir.
Founder Graham Academy & Equity Analyst PT IndoPremier Sekuritas, Imam Gunadi mengatakan kebijakan kenaikan PPN ini pada dasarnya hanya menyasar kelas menengah ke atas. "Sementara kebijakan fiskal pemerintah akan menyasar berbagai kelas ekonomi, baik kelas berpendapatan rendah, kelas menengah yang menjadi penyangga ekonomi, dan insentif bagi industri padat karya yang secara langsung atau tidak pada kelas ekonomi atas, serta UMKM ," kata Imam saat dihubungi Ipotnews, hari ini.
Berbagai insentif fiskal yang diluncurkan pada Senin (12 ini seharusnya akan menjadi sentimen positif bagi IHSG baik menjelang akhir tahun dan di awal tahun 2025. "Masalahnya pada saat ini, pelaku pasar lebih merespon pada ketidakpastian pemangkasan suku bunga acuan the Fed tahun depan yang melemahkan rupiah," ujar Imam.
Situasi ini jelas memberikan pengaruh negatif kepada pergerakan IHSG .
Menurut Imam, kebijakan insentif ini sebetulnya bisa berdampak positif pada saham-saham sektor barang konsumsi (consumer goods). Perusahaan yang memproduksi atau mendistribusikan barang kebutuhan pokok seperti minyak goreng, tepung, dan gula dapat mengalami peningkatan penjualan.
Diskon listrik akan meningkatkan konsumsi listrik oleh rumah tangga kecil. "Hal ini dapat memberikan dampak positif secara moderat bagi PLN dan emiten listrik lainnya, karena meskipun ada diskon, subsidi pemerintah akan menutupi kerugian pendapatan," pungkas Imam.
(Adhitya)
Sumber : admin
powered by: IPOTNEWS.COM