News & Research

Reader

Valuasi Hingga Beda Visi Jadi Alasan BTN Batal Akuisisi Muamalat
Wednesday, July 03, 2024       18:24 WIB

Jakarta, CNBC Indonesia- Proses spin off atau pelepasan unit usaha syariah (UUS) PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. () menjadi sorotan publik. Sebab, masih belum kelihatan bentuk dari calon bank umum syariah (BUS) yang digadang-gadang jadi pemain terbesar kedua di industri perbankan syariah.
Sementara itu, kabar mengenai batalnya mengakuisisi PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. (BMI) telah berhembus kencang. Sejumlah sumber di kalangan ekonom dan pelaku pasar menyebutkan kabar tersebut hampir mendekati kenyataan. Beredar kabar kedua pihak sulit mencapai kata sepakat sehingga memilih melanjutkan agendanya sendiri.
Para ekonom pun mengapresiasi langkah tersebut. Menurut ekonom Piter Abdullah, jika BTN batal mengakuisisi BMI, akan memperlihatkan kehati-hatian bank pelat merah itu sebelum melangkah lebih jauh. Sebab, saat due diligence, tim akuisisi mungkin mengidentifikasi sejumlah persoalan atau menemukan potensi masalah sehingga proses akuisisi tidak layak untuk dilanjutkan.
"Ini hal biasa dalam sebuah proses merger dan akuisisi karena tidak semua due diligence harus berakhir dengan deal bisnis," kata Direktur Eksekutif Segara Research & Institute itu, dikutip Rabu (3/7/2024).
Piter menduga manajemen BTN dan pemegang saham pengendali Bank Muamalat yakni Badan Pengelola Keuangan Haji ( BPKH ) sulit mencapai kesepakatan harga, sehingga apabila prosesnya dilanjutkan justru akan merugikan semua pihak, termasuk BTN dan BPKH .
"Mungkin kedua pihak terbentur situasi yang sulit tapi keputusan harus tetap diambil. Saya kira, apabila BTN batal beli Muamalat setelah due diligence, menunjukkan komitmen BTN dalam melakukan aksi korporasi yang kredibel dan akuntabel," kata nya.
Diduga, kesepakatan harga menjadi isu utama karena posisi BPKH sebagai pengelola dana haji.
Sesuai aturan, investasi BPKH tidak boleh menghasilkan return negatif atau rugi. Sedangkan valuasi Muamalat saat ini, mungkin sudah dibawah nilai investasi awal BPKH . Lantas, apabila Muamalat dijual di harga wajarnya saat ini, dapat menciptakan kerugian bagi BPKH yang bisa menimbulkan persoalan baru (masalah hukum) di kemudian hari.
Sementara itu, di sisi lain, BTN juga tidak mungkin membeli Muamalat sesuai nilai investasi BPKH , karena dianggap mengabaikan rekomendasi tim appraisal dari hasil due diligence.
"Pasar/publik justru merespon negatif apabila BTN bertindak tidak hati hati dan tidak profesional dalam mengambil keputusan bisnis yang strategis. Misalnya memaksakan beli pada harga yang tidak sesuai rekomendasi tim appraisal," kata Piter.
Sebagai catatan, due diligence atau uji tuntas merupakan tahapan paling penting dalam proses sebuah akuisisi atau aksi korporasi. Calon investor akan menilai objek yang diakuisisi dari berbagai aspek, terutama sisi legal, valuasi dan harga wajar.
Setelah melalui proses due diligence yang cermat, detail dan hati hati, kedua pihak punya opsi untuk lanjut ke fase berikutnya atau sebaliknya. Bisa jadi kedua pihak tidak mencapai kesepakatan soal valuasi sebagai dasar penentuan harga/nilai akuisisi. Atau bisa juga karena faktor lain yang bersifat lebih teknis.
"Patut diingat, saham yang akan dibeli BTN ini adalah milik BPKH yang pengelolaan dananya diatur secara ketat oleh undang undang. Ini seperti simalakama. BTN tidak mungkin membeli aset pada harga yang lebih tinggi dari nilai wajarnya. Sementara BPKH tidak mungkin menjual aset atau kepemilikan saham di bawah nilai investasinya," kata Piter
Jadi, menurut Piter, hasil due diligence yang tidak sesuai harapan, bukan isu besar buat keduanya. BTN bisa fokus mencari strategi lain untuk spin off. Sementara bagi Muamalat ini menjadi momen yang bagus untuk melanjutkan transformasi sehingga bisa menjadi bank yang lebih sehat, kuat dan siap melanjutkan ke perjalanan berikutnya.
Manajemen BTN sejauh ini menolak menanggapi kabar tersebut, sementara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan belum mendapatkan laporan terbaru terkait perkembangan akuisisi ini.
Sementara itu, Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Sutan Emir Hidayat menduga ada perbedaan visi antara kedua bank tersebut.
"Meski masih terdengar sayup sayup, tampaknya rumors tersebut [BTN batal akuisisi] memang benar adanya. Saat melakukan due diligence, kedua pihak mungkin merasa tidak memiliki visi yang sama dan akhirnya memilih strategi berbeda," katanya.
Visi yang dimaksud terkait dengan strategi pengembangan bank syariah hasil merger. BTN mungkin akan membawa bisnis model yang sangat fokus pada ekosistem perumahan, sementara banyak pihak berharap Bank Muamalat melanjutkan strategi yang sudah dirintis oleh para pendirinya.
Selain itu, mungkin ada sejumlah kendala teknis yang proses penyelesaiannya membutuhkan waktu cukup lama, seperti masalah akad kredit nasabah eksisting atau struktur pemegang saham Muamalat itu sendiri.
"Kalau hambatannya terlalu banyak, mungkin berpisah adalah pilihan terbaik. Karena, jika terus dipaksakan, malah hasilnya bisa tidak bagus untuk semuanya," imbuh Emir.
Di sisi lain, belakangan ini beredar kabar bahwa BTN mengalihkan target akuisisi ke PT Bank Victoria Syariah (BVS).
(Zefanya Aprilia/fsd)

Sumber : www.cnbcindonesia.com

powered by: IPOTNEWS.COM