Ekonomi China Melambat, Surplus Neraca Dagang RI Kempis, Rupiah Loyo
Tuesday, July 16, 2024       12:40 WIB

Ipotnews - Melambatnya pertumbuhan ekonomi China Kuartal II 2024 yang lebih besar dari perkiraan serta mengecilnya surplus neraca perdagangan Indonesia membuat kurs rupiah melemah terhadap dolar siang ini.
Mengutip data Bloomberg pada Selasa (16/7) pukul12.00 WIB, kurs rupiah tengah diperdagangkan di level Rp16.206 per dolar AS, posisi tersebut melemah 36 poin atau 0,23% jika dibandingkan akhir perdagangan Senin sore (15/7) kemarin di level Rp16.170 per dolar AS.
Analis pasar uang, Lukman Leong, mengatakan melemahnya pertumbuhan ekonomi China 2Q2024 melebihi ekspektasi pelaku pasar. Padahal China adalah negara mitra perdagangan yang sangat besar bagi banyak negara termasuk Indonesia. Perlambatan ekonomi China dikhawatirkan berdampak pada pertumbuhan ekonomi global.
"Ini menjadi sentimen negatif bagi rupiah dan mendorong penguatan dolar," kata Lukman saat dihubungi Ipotnews siang ini.
Perekonomian China saat ini sedang melambat. Perekonomian hanya tumbuh 4,7% secara tahunan (yoy) pada 2Q2024.
Data resmi yang rilis Senin (15/7/2024) itu lebih rendah dari perkiraan para analis. Dalam catatan AFP dan CNBC International, Bloomberg dan Reuters mensurvei PDB China 5,1%.
Kemudian Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin kemarin mencatat surplus neraca perdagangan pada Juni 2024 sebesar USD2,39 miliar. Surplus ini turun dibanding bulan sebelumnya yang sebesar USD2,94 miliar dan dibanding periode yang sama tahun lalu yang sebesar USD3,44 miliar.
"Ini juga menjadi sentimen yang ikut membebani rupiah," ujar Lukman.
Padahal tadi malam Ketua The Fed Jerome Powell mengindikasikan bank sentral tidak akan menunggu hingga inflasi mencapai 2% untuk memangkas suku bunga. Hal itu diungkapkannya di Economic Club of Washington DC, Senin (15/7) waktu setempat.
Powell menjelaskan bahwa kebijakan bank sentral bekerja dengan 'jangka panjang dan bervariasi. Dengan demikian the Fed tidak akan menunggu hingga target inflasi tercapai.
"Implikasinya adalah jika menunggu hingga inflasi benar-benar turun ke 2%, mungkin sudah terlambat, karena pengetatan yang dilakukan, atau tingkat pengetatan yang ada, masih memiliki efek yang mungkin akan mendorong inflasi di bawah 2%," kata Powell dikutip dari CNBC internasional.
Tetapi, lanjut Powell, The Fed tengah mencari keyakinan lebih besar bahwa inflasi sedang menuju ke tingkat 2%. Powell juga menyatakan bahwa skenario hard landing bagi ekonomi AS sepertinya tidak mungkin terjadi.
"Pernyataan Powell semalam belum berdampak terlalu besar bagi pasar akhirnya," pungkas Lukman.
(Adhitya)

Sumber : admin