Inflasi yang Landai Hadirkan Prospek Lebih Baik bagi Pasar Ekuitas Indonesia - Ashmore
Saturday, July 06, 2024       22:08 WIB

Ipotnews - Bursa saham Indonesia mengakhiri sesi perdagangan pekan pertama Juli 2024, Jumat (5/7), dengan mencatatkan kenaikan IHSG sebesar 0,45% menjadi 7.253, naik tajam dibanding sesi penutupan pekan sebelumnya di posisi 7.064. Investor asing membukukan arus masuk ekuitas sebesar USD21 juta dalam sepekan terakhir.
PT Ashmore Asset Management mencatat beberapa peristiwa yang mempengaruhi pergerakan indeks saham acuan di bursa saham dalam dan luar negeri, antara lain;
o ISM Services PMI di AS turun menjadi 48,8 pada Juni 2024, kontraksi paling tajam sejak Mei 2020, jauh di bawah ekspektasi 52,5, pencapaian 53,8 pada Mei lalu.
o Tingkat inflasi di Zona Euro turun menjadi 2,50% pada Juni dari 2,60% di Mei, sejalan dengan perkiraan pasar.
o Tingkat inflasi tahunan di Jerman turun menjadi 2,2% pada Juni 2024 dari 2,4% pada Mei, di bawah perkiraan 2,3%, menurut estimasi awal. Sementara itu, tingkat inflasi inti turun menjadi 2,9%, terendah sejak Februari 2022, dari 3% selama dua bulan sebelumnya.
o PMI Manufaktur Umum Caixin China naik menjadi 51,8 pada Juni 2024 dari 51,7 pada Mei, mengalahkan perkiraan pasar sebesar 51,2, dan merupakan angka tertinggi sejak Mei 2021. Ini adalah peningkatan aktivitas pabrik selama delapan bulan berturut-turut.
o Indeks keyakinan konsumen di Jepang meningkat menjadi 36,4 pada Juni 2024 dari level terendah enam bulan pada Mei sebesar 36,2, sdikit di bawah perkiraan pasar sebesar 36,5.
o Surplus perdagangan barang Australia menyempit menjadi AUD5,77 miliar pada Mei 2024 dari AUD6,03 miliar yang direvisi turun pada bulan sebelumnya. Angka tersebut di bawah ekspektasi pasar sebesar AUD6,68 miliar. Ekspor tumbuh lebih rendah daripada impor.
o Laju inflasi tahunan di Indonesia turun menjadi 2,51% pada Juni 2024 dari 2,84% pada Mei, dibandingkan dengan ekspektasi pasar sebesar 2,70%. Itu adalah angka terendah sejak September 2023, tetap dalam kisaran target bank sentral sebesar 1,5 hingga 3,5%
 Weekly Commentary , Ashmore, Jumat (5/7) menyoroti beberapa hal berikut ini;
Apa yang terjadi dalam minggu terakhir ini?
Ashmore mencatat, IHSG menutup pekan ini dengan lebih tinggi dari pekan sebelumnya, terutama didorong oleh sektor Industri dan Energi, yang masing-masing berkontribusi 6,17% dan 5,86% terhadap indeks.
Meskipun menghadapi tantangan ekonomi global, Ashmore melihat, pasar Indonesia telah menunjukkan ketahanan. Pekan ini, kita melihat data PMI jasa AS yang secara tak terduga melemah, terendah selama empat tahun. Eropa mengalami data inflasi yang lebih lemah tetapi masih sesuai dengan ekspektasi.
"Demikian pula, Indonesia juga mengalami data inflasi yang lebih lemah tetapi masih dalam kisaran target bank sentral sebesar 1,5 - 3,5% tahun ini," tulis Ashmore.
Inflasi yang lebih Lemah?
Ashmore mencermati, pekan ini, rilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) terbaru Indonesia mengungkapkan penurunan inflasi yang signifikan, terutama didorong oleh penurunan harga di sektor makanan, minuman, dan tembakau. Tingkat inflasi utama turun menjadi 2,51% YoY pada bulan Juni, turun dari 2,84% YoY pada bulan Mei, menandakan perlambatan tekanan harga dalam perekonomian.
"Faktor utama di balik tren ini adalah penurunan signifikan dalam IHK makanan, minuman, dan tembakau, yang melambat dari 6,18% menjadi 4,95% YoY. Kondisi cuaca yang baik dan panen yang lebih baik telah meningkatkan pasokan makanan, terutama pada komoditas pokok seperti beras dan sayuran, yang menyebabkan harga lebih rendah, ungkap Ashmore.
Lebih jauh, Ashmore menambahkan, inflasi tembakau juga mengalami penurunan karena melemahnya permintaan produk tembakau, yang dipengaruhi oleh kampanye kesehatan masyarakat yang sedang berlangsung dan pajak cukai yang lebih tinggi.
"Langkah-langkah ini merupakan bagian dari strategi pemerintah yang lebih luas untuk mengekang tingkat merokok dan meningkatkan kesehatan masyarakat, yang secara bertahap membentuk kembali perilaku konsumen," sebut Ashmore.
Ashmore berpendapat, moderasi inflasi secara keseluruhan merupakan perkembangan positif bagi perekonomian Indonesia. Hal ini memungkinkan Bank Indonesia untuk mempertahankan sikap kebijakan moneter yang akomodatif, mendukung pertumbuhan ekonomi tanpa tekanan langsung untuk menaikkan suku bunga.
"Hal ini dapat menjadi pertanda baik bagi sektor-sektor yang sensitif terhadap biaya pinjaman, seperti real estat dan barang konsumsi diskresioner," imbuh Ashmore.
Namun demikian, Ashmore mengingatkan, investor harus tetap waspada terhadap potensi volatilitas harga komoditas global dan gangguan rantai pasokan yang disebabkan oleh ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung.
"Inflasi yang melandai menghadirkan prospek yang lebih baik bagi pasar ekuitas Indonesia, terutama bagi sektor-sektor yang diuntungkan oleh lingkungan inflasi yang lebih rendah," papar Ashmore.
Secara keseluruhan, Ashmore tetap melihat peluang pertumbuhan di pasar Indonesia. Mengingat valuasi yang murah saat ini, terutama untuk saham-saham unggulan, ada potensi pertumbuhan yang signifikan.
Ashmore tetap optimistis pada obligasi berdurasi lebih panjang dengan katalis potensial seperti terbatasnya penerbitan obligasi pemerintah di samping skenario suku bunga yang sudah mencapai puncak. "Diversifikasi merupakan strategi utama untuk memitigasi risiko dan memastikan portofolio investasi yang lebih aman."
Untuk ekuitas, Ashmore merekomendasikan ASDN (YTD -1,87% per 4 Juli 2024) dan ADEN (YTD -3,61% per 4 Juli 2024). Sedangkan untuk reksa dana pendapatan tetap, Ashmore merekomendasikan ADON (YTD -1,05% per 4 Juli 2024) dan ADUN (YTD -2,38% per 4 Juli 2024) untuk portofolio Anda. (Ashmore)

Sumber : Admin