Nilai Tukar Rupiah Hari Ini, Senin 17 November 2025: Melemah Tipis
Monday, November 17, 2025       09:27 WIB

JAKARTA, investor.id -Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah tipis pada Senin (17/11/2025). Dii saat pasar nantikan data ekonomi AS usai shutdown berakhir.
Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 09.02 WIB di pasar spot exchange, nilai tukar rupiah hari ini melemah tipis sebesar 1 poin (0,01%) ke level Rp 16.708 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar terlihat naik 0,08% ke level 99,38.
Sedangkan pada perdagangan Jumat (14/11/2025), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup menguat 21 poin di level Rp 16.707.
Dikutip Trading View, nilai tukar dolar AS menguat tipis pada Senin (18/11/2025) seiring investor bersiap menyambut rilis beragam data ekonomi penting setelah berakhirnya shutdown pemerintah AS. Pelaku pasar berharap data tersebut dapat memberikan kejelasan arah kebijakan suku bunga The Fed pada Desember.
Reaksi pasar terhadap keputusan Presiden AS Donald Trump yang membalikkan kebijakan tarif lebih dari 200 produk makanan berlangsung relatif tenang. Sejumlah analis menilai langkah itu tidak mengejutkan mengingat tekanan biaya hidup yang meningkat.
Di pasar mata uang lainnya, poundsterling kembali tertekan setelah volatil tinggi pada perdagangan Jumat. Pelaku pasar menunggu anggaran Inggris yang akan diumumkan 26 November, yang diperkirakan akan memuat langkah-langkah fiskal besar.
Sementara itu, franc Swiss bergerak mendekati level tertinggi satu bulan di posisi 0,7941 per dolar, didukung kekhawatiran investor atas koreksi tajam pasar saham global.
Fokus utama pasar minggu ini tertuju pada serangkaian rilis data ekonomi AS, termasuk laporan tenaga kerja (nonfarm payrolls) September yang akan dirilis Kamis. Laporan ini menjadi indikator penting untuk mengukur kesehatan ekonomi AS setelah lebih dari 40 hari tanpa publikasi data resmi.
"Kita mengalami kekosongan data selama lebih dari 40 hari, jadi pasar akan sangat menunggu informasi terbaru tentang ekonomi AS," ujar analis valas di Commonwealth Bank of Australia (CBA) Carol Kong.
Menurut dia, risiko terbesar adalah kemungkinan data payroll mencatat pelemahan, yang dapat kembali memicu ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed pada Desember dan menekan dolar AS.
Pada perdagangan Asia, pergerakan mata uang relatif terbatas. Euro melemah 0,11% ke US$ 1,1607, dolar Australia turun 0,15% ke US$ 0,6527, dan dolar Selandia Baru terkoreksi 0,12% ke US$ 0,5673. Indeks dolar AS (DXY) naik tipis ke level 99,37.
Data AS
Meskipun beberapa data sektor swasta menunjukkan pelemahan ekonomi AS, investor kini memangkas ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed. Peluang pemotongan 25 basis poin untuk Desember turun menjadi sedikit di atas 40% dari sebelumnya lebih dari 60%.
Namun, hal itu belum cukup mendorong penguatan dolar yang pekan lalu ikut tertekan oleh aksi jual besar di pasar saham dan obligasi AS.
"Kami menilai pelemahan dolar AS sepanjang November dipicu penutupan posisi long oleh trader spekulatif di tengah potensi volatilitas tinggi dari rilis data ekonomi AS dalam beberapa pekan ke depan," kata analis valas global di Macquarie Group Thierry Wizman.
Poundsterling diperdagangkan melemah 0,11% di US$ 1,3161 setelah laporan bahwa Menteri Keuangan Inggris Rachel Reeves tidak berencana menaikkan tarif pajak penghasilan dalam anggaran yang akan dirilis 26 November. Keputusan itu memicu kekhawatiran mengenai upaya pemenuhan target fiskal Inggris.
Euro bertahan di level kuat terhadap pound, yakni 88,23 pence--yang merupakan level tertinggi 2,5 tahun.
"Tanpa kenaikan pajak penghasilan, akan lebih sulit bagi pemerintah Inggris untuk menutup defisit anggaran," kata Kong.
Yen Jepang bergerak tipis di posisi 154,60 per dolar, mendekati level psikologis 155. Para trader tetap waspada terhadap potensi intervensi otoritas Jepang untuk menahan pelemahan yen.
Mata uang Jepang juga nyaris tidak bereaksi terhadap data ekonomi terbaru yang menunjukkan ekonomi Jepang terkontraksi 1,8% secara tahunan pada kuartal III akibat tekanan ekspor dari tarif AS.

Sumber : investor.id