Saham Bank Raksasa Menguat, Tahan Lama atau Hanya Sesaat
Monday, January 20, 2025       18:09 WIB

IDXC hannel - Sejumlah saham emiten perbankan utama ditutup menguat pada Senin (20/1/2025), melanjutkan momentum rebound di pekan lalu.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham emiten bank BUMN PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk () meningkat 3,18 persen ke level Rp4.220 per saham.
Dalam sepekan, saham mendaki 10,18 persen, berusaha pulih dari tekanan jual beberapa bulan belakangan di tengah tren keluarnya dana investor asing atau foreign outflow.
Setali tiga uang, saham bank pelat merah lainnya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (), terapresiasi 3,36 persen menjadi Rp4.620 per saham dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk () terkerek 2,13 persen ke posisi Rp6.000 per saham.
Berbeda, emiten bank swasta milik Grup Djarum PT Bank Central Asia Tbk () ditutup melemah 2,78 persen ke Rp9.625 per saham.
Pengamat pasar modal Michael Yeoh mengungkapkan adanya potensi dead cat bounce (DCB) pada saham perbankan.
Menurutnya, pola pergerakan harga menunjukkan adanya koreksi dengan pola pembalikan A-B-C berdasarkan teori Elliott Wave. "Ada potensi A-B-C terjadi kisaran 5-10 persen," ujarnya kepada IDXC hannel.com, Senin (20/1/2025).
Dead cat bounce adalah istilah dalam pasar saham yang menggambarkan kenaikan harga sementara setelah periode penurunan tajam, tetapi tidak diikuti dengan tren naik yang berkelanjutan. Kenaikan ini sering dianggap sebagai pantulan sesaat sebelum harga kembali turun.
Ia menambahkan, rebound saham perbankan ini juga merupakan respons terhadap kebijakan Bank Indonesia (BI) yang memangkas suku bunga.
"Kebijakan ini memang di luar ekspektasi serta konsensus kebanyakan analis yang 86 persen lebih memproyeksikan suku bunga tetap," kata Michael.
Diwartakan sebelumnya, BI menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate ke level 5,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada 14-15 Januari 2025.
Keputusan ini di luar ekspektasi konsensus ekonom yang memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga di level 6 persen.
Dengan suku bunga yang lebih rendah, biaya dana bank menurun, memperbesar margin bunga bersih (NIM).
Selain itu, suku bunga rendah diperkirakan meningkatkan permintaan kredit, baik untuk konsumsi maupun investasi.
Sentimen pasar juga positif karena kebijakan ini mendukung pertumbuhan ekonomi, yang dapat menurunkan risiko kredit bermasalah.
Namun, investor tetap perlu memerhatikan kinerja fundamental perbankan ke depan serta sentimen ekonomi makro global, termasuk kebijakan presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump, yang bisa memengaruhi ekonomi RI dan arah suku bunga Federal Reserve (The Fed).
Analis Ciptadana, dalam outlook yang terbit pada 31 Oktober 2024, memproyeksikan sektor perbankan akan menjadi salah satu andalan di 2025.
Dengan perkiraan pertumbuhan laba perbankan mencapai 12 persen, didorong peningkatan kredit hingga 12 persen dan stabilitas margin bunga bersih (NIM), saham seperti dan menjadi pilihan utama.
Riset lainnya datang dari Sucor Sekuritas, terbit pada 9 Desember 2024, yang mengungkapkan, tekanan besar yang dialami sektor perbankan Indonesia akhir-akhir ini akibat aliran dana asing keluar, pertumbuhan laba yang lemah, dan kekhawatiran kualitas kredit.
Prospek jangka pendek masih penuh tantangan, termasuk daya beli yang tertekan oleh inflasi, pelemahan rupiah.
Selain itu, kata analis Sucor, potensi "kitchen sinking" terkait pergantian manajemen usai perubahan pemerintahan bisa menekan laba sementara. Ketegangan geopolitik juga dapat memicu kenaikan imbal hasil obligasi yang memperburuk arus keluar modal.
Namun, Sucor Sekuritas optimistis terhadap prospek jangka panjang sektor perbankan, didukung oleh reformasi ekonomi struktural pemerintah di sektor hilirisasi mineral, pertanian, dan energi.
Langkah ini diperkirakan mendongkrak pertumbuhan ekonomi (PDB) dan permintaan kredit. Mereka memproyeksikan pertumbuhan ( CAGR ) laba bersih tahunan gabungan empat bank besar mencapai 13,4 persen dalam lima tahun ke depan.

Sumber : idxchannel.com