Ada Kemungkinan Trump Akan Naikkan Tarif Bertahap, Rupiah Menguat Tipis
Tuesday, January 14, 2025       15:40 WIB

Ipotnews - Nilai tukar rupiah terhadap dolar ditutup menguat tipis setelah muncul kabar Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump tidak akan langsung menaikkan tarif secara agresif setelah dilantik, melainkan bertahap.
Mengutip data Bloomberg pada Selasa (14/1) pukul 15.00 WIB, kurs rupiah akhirnya ditutup di level Rp16.270 per dolar AS, menguat 13 poin atau 0,08% dibandingkan Senin sore (13/1) di level Rp16.283 per dolar AS.
Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan bahwa indeks dolar AS melemah hari ini. Pelaku pasar berspekulasi tentang seberapa parah tarif perdagangan yang direncanakan Presiden terpilih Donald Trump.
"Pelaku pasar juga menunggu lebih banyak isyarat tentang suku bunga AS dari data inflasi utama yang akan dirilis minggu ini," kata Ibrahim dalam keterangan tertulis sore ini.
Selain itu, tim Trump sedang mempersiapkan rencana untuk penerapan tarif perdagangan secara bertahap dalam beberapa bulan mendatang, menurut laporan Bloomberg pada hari Senin kemarin.
"Namun belum jelas apakah presiden terpilih akan menindaklanjuti rencana tersebut," ujar Ibrahim.
Rencana tersebut akan melibatkan kenaikan tarif antara 2% hingga 5% setiap bulan, dan akan memberi Washington lebih banyak pengaruh dalam negosiasi perdagangan. Sekaligus mencegah lonjakan inflasi yang tiba-tiba karena bea masuk.
Namun, hal ini sebagian besar diimbangi oleh kekhawatiran bahwa tarif juga akan menjadi faktor inflasi yang lebih tinggi, sehingga suku bunga tetap bertahan lebih lama. Trump telah berjanji untuk mengenakan tarif impor yang tinggi sejak hari pertama menjabat sebagai presiden, dengan janji bea masuk sebesar 60% terhadap Tiongkok menjadi perhatian utama.
Kemudian fokus pelaku pasar minggu ini adalah pada data inflasi indeks harga konsumen AS untuk bulan Desember, yang akan dirilis pada hari Rabu besok. Data ini diharapkan dapat memberikan lebih banyak petunjuk tentang suku bunga.
"Inflasi yang tinggi dan kekuatan di pasar tenaga kerja akan memberi Federal Reserve lebih banyak ruang untuk mempertahankan suku bunga tetap tinggi, situasi yang menjadi pertanda buruk bagi aset berisiko," pungkas Ibrahim.(Adhitya)

Sumber : admin