Dolar Perkasa di Awal Sesi Asia Jelang Rilis Data Inflasi Amerika
Monday, February 26, 2024       08:45 WIB

Ipotnews - Dolar menguat, Senin pagi, menjelang pekan yang penuh dengan rilis data ekonomi penting yang akan memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai prospek suku bunga global, dengan pembacaan inflasi Amerika Serikat yang menjadi pusat perhatian.
Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) inti - ukuran inflasi pilihan Federal Reserve - akan dirilis Kamis, dengan ekspektasi kenaikan 0,4% dalam basis bulanan, demikian laporan  Reuters , di Singapura, Senin (26/2).
Angka inflasi di zona euro, Jepang dan Australia juga ada dalam kalender data minggu ini, bersamaan dengan keputusan suku bunga dari Reserve Bank of New Zealand ( RBNZ ) dan pembacaan PMI di China.
Menjelang rilis tersebut, greenback naik tipis di awal perdagangan Asia, mendorong euro turun 0,04% menjadi USD1,0817, sedangkan dolar Selandia Baru melorot 0,55% menjadi USD0,6164.
Kiwi melambung 1,2% pekan lalu, dibantu pelemahan dolar secara luas dan risiko kenaikan suku bunga dari RBNZ , Rabu. Meski sebagian besar ekonom memperkirakan bank sentral akan mempertahankan suku bunga tetap stabil, pasar berjangka menunjukkan peluang sekitar 30% untuk kenaikan sebesar 25 basis poin.
"Saya pikir RBNZ akan mempertahankan OCR (suku bunga resmi) tidak berubah dan kemungkinan akan menyebabkan kiwi jatuh jika pasar melonggarkan perkiraan kenaikan suku bunga jangka pendek," kata Carol Kong, analis Commonwealth Bank of Australia.
"Tetapi penurunan apa pun pada kiwi kemungkinan akan cukup kecil karena kami memperkirakan RBNZ akan tetap cukup hawkish."
Poundsterling mendatar di USD1,2671, sedangkan dolar Australia turun 0,07% menjadi USD0,6559.
Data harga konsumen nasional Jepang akan dirilis Selasa dan diperkirakan memperlihatkan inflasi inti melambat ke tingkat tahunan 1,8% pada Januari, terendah sejak Maret 2022.
Hal ini akan mempersulit rencana Bank of Japan (BoJ) untuk mengakhiri suku bunga negatif dalam beberapa bulan mendatang, sehingga membuat yen tetap berada di bawah tekanan dalam jangka pendek.
Mata uang Jepang itu terakhir sedikit lebih tinggi di 150,40 per dolar, setelah jatuh lebih dari 6% terhadap dolar tahun ini karena perbedaan suku bunga yang mencolok antara AS dan Jepang.
"Sejak akhir tahun lalu, pasar fokus pada pertemuan kebijakan BOJ periode Maret atau April sebagai kemungkinan mengakhiri kebijakan suku bunga negatif BOJ," kata Jane Foley, analis Rabobank.
"Berita bahwa Jepang jatuh ke dalam resesi teknikal pada semester kedua 2023 akan mengurangi antusiasme pasar mengenai laju pengetatan moneter dari BOJ."
Data terbaru Commodity Futures Trading Commission AS menunjukkan short position pada yen melonjak menjadi sekitar USD10 miliar, pekan lalu, yang terbesar sejak November.
Sebaliknya, harga produsen dan harga konsumen AS yang lebih tinggi dari perkiraan baru-baru ini membuat risiko terhadap data indeks harga PCE inti, Kamis, cenderung ke atas, yang selanjutnya akan meredam ekspektasi serangkaian pemotongan suku bunga oleh the Fed pada 2024.
Pasar saat ini memperkirakan peluang the Fed akan mulai menurunkan suku bunganya sedikit di atas 20% pada pertemuan Mei, dibandingkan peluang 90%, bulan lalu, menurut FedWatch Tool CME Group.
"Jika data tersebut mungkin lebih kuat dari perkiraan pasar saat ini, dan itu kemungkinan akan memberikan sedikit dorongan terhadap dolar," kata Kong.
"Tetapi pada saat yang sama, kenaikan dolar mungkin tidak terlalu besar. Saya kira pasar tidak akan memperkirakan kenaikan suku bunga lagi dari FOMC ."
Indeks Dolar (Indeks DXY) terakhir naik 0,04% menjadi 104,01. (ef)

Sumber : Admin