Ekspor Malaysia Diprediksi Lebih Tinggi, Harga CPO Berjangka Terangkat
Wednesday, July 17, 2024       13:21 WIB

Ipotnews - Harga minyak sawit (CPO) berjangka Malaysia menguat, Rabu, didukung proyeksi ekspor yang lebih tinggi dari produsen terbesar kedua di dunia tersebut, meski penguatan ringgit membatasi kenaikan.
Kontrak berjangka CPO untuk pengiriman Oktober di Bursa Malaysia Derivatives Exchange meningkat 10 ringgit, atau 0,25%, menjadi 3.935 ringgit (USD842,25) per metrik ton pada penutupan sesi pertama, demikian laporan  Reuters,  di Kuala Lumpur, Rabu (17/7).
Pasar pulih kembali setelah data ekspor yang bullish dan diprediksi menguji ulang level 4.000 ringgit, kata trader yang berbasis di Kuala Lumpur.
"Minat beli diperkirakan karena kekurangan kelapa sawit terjadi di Indonesia, sementara buyer dari India secara agresif mencari kargo dalam beberapa bulan mendatang ketika harga CPO jauh lebih murah dibandingkan edible oil pesaingnya," papar trader tersebut.
Ekspor produk CPO Malaysia sepanjang 1-15 Juli melesat antara 65,9% dan 75,6% dibandingkan bulan sebelumnya, menurut surveyor kargo Intertek Testing Services dan AmSpec Agri.
Surveyor kargo Societe Generale de Surveillance memperkirakan ekspor produk minyak sawit Malaysia untuk periode 1-15 Juli sebesar 786.830 metrik ton, dari 488.388 ton yang dikirimkan sepanjang 1-15 Juni, menurut data LSEG .
Kontrak soyoil yang paling aktif di Dalian, naik 0,4%, sedangkan kontrak CPO-nya melejit 1,47%. Harga soyoil di Chicago Board of Trade bertambah 0,24%.
Minyak kelapa sawit dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak terkait karena mereka bersaing untuk mendapatkan pangsa pasar minyak nabati global.
Ringgit, mata uang perdagangan sawit, menguat 0,04% terhadap dolar AS, membuat komoditas ini sedikit lebih mahal bagi pembeli yang memegang mata uang lain.
Harga CPO berjangka Malaysia diperkirakan rata-rata antara 3.850-4.000 ringgit per ton tahun ini, sedikit meningkat dari 2023, menurut Asosiasi Minyak Sawit Malaysia, awal pekan ini.
Minyak kelapa sawit mungkin akan kembali mencapai level tertingginya pada 12 Juli di 3.991 ringgit per metrik ton, karena konsolidasi dari level terendah 10 Juli di 3.850 ringgit berlanjut, tutur analis teknikal  Reuters,  Wang Tao. (ef)

Sumber : Admin