Emiten Favorit Cinta Laura (OASA) Bangun Pabrik Biomassa di Blora
Friday, April 26, 2024       09:02 WIB

JAKARTA, investor.id - Emiten favorit Cinta Laura, PT Maharaksa Biru Energi Tbk () membangun pabrik bahan baku biomassa di Jepon, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Perseroan membidik kapasitas industri biomassa di pabrik Blora ini mencapai 60.000 ton per tahun.
Pembangunan pabrik yang ditargetkan beroperasi pada akhir 2024 ini ditandai dengan penandatanganan naskah kerjasama antara dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) pada Kamis (25/4/2024), dengan disaksikan Bupati Blora, Arief Rohman.
Direktur Utama Bobby Gafur Umar menyampaikan, lembaga-lembaga desa dan kelompok pertanian akan menjamin pasokan bahan baku, berupa limbah pertanian, kehutanan dan perkebunan untuk keberlangsungan usaha perseroan.
"Kami akan membeli bahan baku dari mereka," ujar Bobby dalam pernyataan resminya, Kamis (26/4/2024).
Dari kerjasama ini, Bobby memastikan, tanaman-tanaman perkebunan, kehutanan dan pertanian di Blora yang dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi woodchip yang dihasilkan , bakal ditanam ulang para anggota kelompok tani.
Diestimasikan, minimal 24.000 petani bakal terserap dengan hadirnya pabrik bahan baku biomassa tersebut. Menurut Bobby, inilah yang menjadi esensi ekonomi sirkular dan ekonomi kerakyatan.
"Bayangkan, di Kabupaten Blora ada enam Kecamatan. Satu kecamatan kira-kira 1.000 petani. Kalau satu petani ada seorang istri dan dua orang anak, berarti 6.000 kali empat, bisa mencapai 24 ribu petani," terangnya.
Bobby yang juga merupakan Ketua 1 METI (Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia) menambahkan, pola pengembangan pertanian melalui program inti-plasma dapat diterapkan dengan melibatkan koperasi dan gabungan usaha-usaha pertanian, guna mengembangkan berbagai jenis tanaman seperti turi, kaliandra, dan lamtorogung.
Pola ini, kata dia, telah dan akan diterapkan di sejumlah usaha pengembangan biomassa di beberapa daerah. Di Bangka, misalnya. telah menjalankan pabrik woodchip, penebangan pohon dan tanaman-tanaman untuk keperluan bahan baku biomassa.
Polanya, dengan melibatkan kekuatan penuh para petani, diikuti penanaman kembali, sebagai bagian dari penghijauan dan menjaga keberlanjutan usaha. Di Blora, perseroan bahkan sudah mulai menyusun rencana pengembangan bisnis Bio-CNG ( Compressed Natural Gas ) dari limbah pertanian yang berlimpah di sana, antara lain jerami, gabah dan jagung.
"Kami sebagai pengusaha biomassa, tidak akan membiarkan hutan industri menjadi gundul. Kami ingin menghijaukan daerah Blora," imbuhnya.
Bekerjasama dengan pemerintah daerah Blora dan kelompok-kelompok tani, perseroan sepakat membangun usaha produksi woodchip di Blora, mulai dari pemasokan bahan baku oleh para petani sampai hilir menghasilkan woodchip untuk dipasok ke PLN sebagai bahan baku tambahan bagi PLTU di daerah setempat.
Bidik 60.000 Ton
Pada tahap pertama, menyebut, kapasitas industri biomassa di Blora bakal mencapai 5.000 ton per bulan, dan terus dikembangkan hingga 15.000 ton per bulan. "Kami bidik sampai 60.000 ton per tahun pada tahap pertama ini dan akan terus ditingkatkan hingga mencapai 180.000 ton per tahun," kata dia.
Asal tahu saja, pabrik biomassa di Blora ini akan menghasilkan woodchip y ang nantinya dipasok sebagai bahan co-firing untuk PLTU Rembang. Sementara produk bio-CNG akan diekspor ke Jepang.
Pabrik ini akan mampu menghasilkan 5 MMCFD bio-LNG per hari dibangun dengan investasi sekitar US$ 100 juta atau setara Rp 1,61 triliun.. "Kami dalam proses kerjasama pengembangan dengan lembaga keuangan dari luar negeri. Targetnya, pabrik bio-CNG di Blora ini akan siap beroperasi sekitar akhir 2025," kata Bobby.
Produk tambahan dari Bio-CNG adalah pupuk organik kualitas tinggi, yang akan "kembali" menyuburkan lahan pertanian masyarakat. "Ini akan menjaga keberlanjutan sistem pertanian dan terciptanya ekonomi sirkular," tutur Bobby.
Kebutuhan Biomassa
Pada kesempatan tersebut, Bobby juga menjelaskan mengenai kecukupan biomassa untuk program co-firing PLTU . Menurut dia, pemenuhan kebutuhan biomassa untuk program co-firing PLTU masih jauh dari cukup.
Hingga 2023, capaiannya baru 1 juta ton dari 10,2 juta ton yang direncanakan sampai 2025. Indonesia masih membutuhkan banyak biomassa untuk program co-firing, guna menggantikan sebagian besar batu bara di sejumlah PLTU di seluruh Indonesia.
Besarnya kebutuhan biomassa tersebut tak lepas dari penggunaan biomassa yang secara nyata telah mampu mereduksi emisi di PLTU , dan mengurangi porsi penggunaan energi fosil.
Selain itu, walau kebutuhan naik, penggunaan biomassa tak akan mengerek biaya pokok produksi pembangkit. Harga biomassa yang terjangkau bahkan berbanding 1:1 dengan batu bara, membuat biomassa sangat ekonomis.
"Jika dibandingkan dengan EBT lain, biomassa ini yang paling murah," ujar Bobby.
Dengan meningkatnya penggunaan biomassa untuk co-firing PLTU , maka reduksi emisi ditargetkan bisa mencapai 2,4 juta ton CO2 pada tahun ini. Target tersebut meningkat dibandingkan realisasi penurunan emisi pada 2023 sebesar 1,05 juta ton CO2.
"Jumlah PLTU yang menggunakan biomassa dipastikan akan bertambah, sehingga total kebutuhan biomassa diprediksi meningkat sampai 10,2 juta ton biomassa," pungkas Bobby.

Sumber : investor.id

berita terbaru
Saturday, May 04, 2024 - 18:47 WIB
GOTO Berencana Private Placement dan Buyback Saham
Saturday, May 04, 2024 - 18:37 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of KARW
Saturday, May 04, 2024 - 18:32 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of GDST
Saturday, May 04, 2024 - 18:27 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of IKPM
Saturday, May 04, 2024 - 18:22 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of YPAS
Saturday, May 04, 2024 - 18:19 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of TYRE
Saturday, May 04, 2024 - 18:16 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of IGAR