OECD Serukan Pergeseran Strategi Kebijakan ke Arah Pertumbuhan Baru untuk Menciptakan Pekerjaaan
Wednesday, September 16, 2020       17:42 WIB

Ipotnews - Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi ( OCDE ) mendesak pemerintah untuk mengadopsi langkah-langkah yang lebih bertarget untuk mendukung ekonomi mereka, setelah gelombang awal pandemi virus corona berlalu.
Dengan banyaknya negara berjuang mengatasi kebangkitan kasus Covid-19, klub ekonomi negara-negara maju yang berbasis di Paris itu menyerukan agar para pemimpin negara harus mengalihkan fokus program mereka ke arah pembatasan terjadinya bekas luka abadi akibat krisis dengan membantu orang menemukan pekerjaan baru.
Dalam prospek ekonomi interimnya, organisasi tersebut memuji respon awal kebijakan dan dukungan negara untk mendorong perekonomian dan menaikkan perkiraan ekonominya untuk tahun 2020. Mereka menilai pemulihan ekonomi berjalan lebih cepat dari yang diharapkan, setelah pencabutan penguncian.
Tetapi dengan memperhatikan situasi dunia yang kemungkinan besar harus hidup dengan virus korona lebih lama lagi, Laurence Boone, kepala ekonom OECD , mengatakan sudah waktunya untuk mengganti strategi.
"Hal yang paling sulit [bagi pemerintah] sekarang adalah memutuskan apa yang harus didukung dan membantu orang-orang di sektor yang paling terpengaruh [oleh virus] untuk berganti pekerjaan," katanya, seperti dikutip The Financial Times, Rabu (16/9).
Ia menekankan agar kebijakan ekonomi pemerintah selanjutnya, tidak ditujukan untuk memangkas biaya tetapi untuk menargetkan bantuan dengan lebih hati-hati, ketika negara maju dan  emerging market  harus hidup dengan virus korona hampir sepanjang tahun 2021 sampai vaksinasi massal tersedia.
Dalam laporannya, OECD mengatakan sumber daya harus diarahkan pada perusahaan "yang untuk sementara tidak dapat beroperasi, daripada membantu mempertahankan perusahaan yang pada akhirnya tidak dapat dijalankan". OECD merekomendasikan pergeseran ke arah investasi publik dalam bentuk pertumbuhan baru, daripada menopang sektor-sektor yang mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pulih.
Laporan itu memperingatkan, jika pemerintah gagal mengambil keputusan yang sulit, pemerintah akan menciptakan perusahaan "zombi" dan pekerjaan yang tetap ada karena dukungan pemerintah.
Menyusul pencabutan pembatasan penguncian, OECD menilai, sebagian besar ekonomi negara maju dan berkembang telah tumbuh lebih cepat daripada yang diekspektasikan OECD dalam prakiraannya Mei lalu, meskipun pemulihan cepat di awal periode pelonggaran penguncian telah melambat.
OECD memperkirakan output ekonomi dunia 2020 akan turun 4,5%, lebih baik ketimbang ekspektasi sebelumnya dengan penurunan 6,0%. Namun tetap dengan catatan bahwa angka tersebut, "masih belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah baru-baru ini".
Perbaikan perkiraan tahun 2020 terkonsentrasi pada China dan negara-negara maju di Eropa, dengan banyak memproyeksikan bahwa ekonomi negara-negara EM besar, termasuk India, Meksiko, dan Argentina, memburuk sejak Mei.
OECD memproyeksikan China sebagai satu-satunya negara dengan perekonomian besar yang akan mencatat tingkat pertumbuhan positif pada tahun 2020.
Namun OECD sedikit menurunkan proyeksinya untuk 2021 pada sebagian besar negara, mencerminkan penurunan yang lebih dangkal tahun ini dan prospek yang sedikit lebih cerah. Pada akhir 2021, OECD memperkirakan ekonomi global masih akan dilanda pandemi virus korona dengan output hampir 6 persen lebih rendah dari yang diperkirakan pada November 2019.
"Banyak negara maju berpotensi kehilangan pertumbuhan pendapatan riil per kapita yang setara dengan empat hingga lima tahun pada tahun 2021," tulis laporan itu.
OECD mengakui ada ketidakpastian yang sangat besar terhadap perkiraan tersebut, dengan hasil yang akan bergantung pada kelanjutan penyebaran virus, perilaku rumah tangga, kepercayaan diri, dan kebijakan pemerintah.
OECD menekankan bahwa mereka tidak menghendaki pengetatan kembali dukungan kepada pembayar pajak, dan mendesak pemerintah untuk menyempurnakan kebijakan sesegera mungkin pasca berakhirnya guncangan awal. "Tujuannya harus untuk menghindari pengetatan anggaran yang prematur pada saat ekonomi masih rapuh," papar OECD .
Boone menambahkan bahwa negara-negara harus berusaha untuk menghindari "mengulangi kesalahan tahun 2010-an", ketika dukungan kebijakan fiskal ditarik terlalu cepat setelah krisis keuangan 2008.
Ia mengakui, menargetkan dukungan untuk keadaan tersebut akan sulit karena ketidakpastian meluas dan sebagian besar negara memiliki catatan buruk dalam melatih kembali pekerja, menargetkan bantuan negara secara efektif dan merancang skema yang adil dan efisien untuk pengampunan utang perusahaan. (Financial Times)

Sumber : Admin