Saham Asia Tenggara (dan Indonesia) akan Kalahkan Saham Regional Tahun Ini: Aberdeen
Wednesday, January 15, 2020       14:32 WIB

Ipotnews - Aberdeen Standard Investments berpendapat, reli minyak kelapa sawit dan komoditas lainnya relatif akan melemahkan dolar AS terhadap mata uang  emerging-market  pada tahun ini. Kondisi tersebut akan membantu ekuitas Asia Tenggara mengungguli saham-saham regional.
"Tahun ini akan menjadi tahun  emerging market , berkat kenaikan harga komoditas," kata Bharat Joshi, direktur investasi Aberdeen di Jakarta. Ia memperkirakan harga minyak sawit berjangka menguat 35% di kuartal terakhir 2019, di tengah kekhawatiran pasokan dari Indonesia dan Malaysia, produsen minyak sawit terbesar di dunia
Ia meyakini harga minyak sawit akan naik lebih lanjut karena industri ini memasuki periode "istirahat" - setelah masa produksi tinggi tanaman terlampaui, sehingga hanya menghasilkan lebih sedikit - yang bisa bertahan satu atau dua tahun.
Joshi mengaku menyukai saham-saham di Indonesia, Filipina dan Vietnam. Dia mengekspektasikan perusahaan Indonesia akan mencatatkan pertumbuhan keuntungan sebesar 10% hingga 15% tahun ini. Saham-saham Indonesia yang dijagokan adalah saham sektor perbankan, komoditas, dan layanan kesehatan.
Keuntungan perusahaan Vietnam diperkirakan tumbuh 15% -18% tahun ini, sementara untuk Filipina kemungkinan lebih akan rendah. Pengeluaran infrastruktur akan mendukung saham Filipina, sementara ekonomi Vietnam akan mendapat manfaat dari investasi langsung asing sebagai akibat dari perang perdagangan AS-China
Sebaliknya, Joshi menyarankan untuk menghindari saham Malaysia karena masalah politik. Saham Thailand juga menjadi tidak menarik karena mata uangnya yang kuat. Namun secara keseluruhan, ia menyebutkan Aberdeen lebih memilih ekuitas Asia Tenggara daripada pasar Asia Utara.
"Satu-satunya risiko penghambat untuk perkiraan ini adalah jika The Fed menaikkan suku bunga untuk menahan laju inflasi. Tapi saya pikir, kemungkinan ini tidak akan terjadi, mengingat tahun 2020 adalah tahun pemilihan di AS," imbuhnya seperti dikutip, Bloomberg, Rabu (15/1).
Perlambatan di China yang tidak diatasi dengan stimulus fiskal, menurutnya juga bisa menggagalkan prospek optimis untuk pasar Asia Tenggara. (Bloomberg)

Sumber : Admin