Sanksi Amerika Bakal Ganggu Pasokan Rusia, Minyak Melejit ke Level Puncak 4 Bulan
Tuesday, January 14, 2025       03:41 WIB

Ipotnews - Harga minyak melesat sekitar 2% ke level tertinggi dalam empat bulan, Senin, karena ekspektasi sanksi Amerika yang lebih luas terhadap minyak Rusia akan memaksa pembeli di India dan China untuk mencari pemasok lain.
Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup melonjak 1,25, atau 1,6%, menjadi USD81,01 per barel, demikian laporan  Reuters,  di New York, Senin (13/1) atau Selasa (14/1) pagi WIB.
Sementara, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), melambung USD2,25, atau 2,9%, menjadi USD78,82 per barel.
Hal itu membuat Brent berada di jalur penutupan tertinggi sejak 26 Agustus dan WTI di level penutupan tertinggi sejak 12 Agustus, dan mempertahankan kedua patokan tersebut di wilayah yang secara teknikal jenuh beli untuk hari kedua berturut-turut.
Selain itu, dengan harga Brent dan WTI front-month melejit lebih dari 6% selama tiga sesi perdagangan terakhir, premi kontrak front-month atas kontrak berjangka yang jatuh tempo kemudian, yang dikenal dalam industri energi sebagai time spread, melonjak ke level tertinggi dalam beberapa bulan.
Dengan meningkatnya minat terhadap pasar energi, total volume berjangka Brent di Intercontinental Exchange naik ke level tertinggi pada 10 Januari sejak mencapai rekor pada Maret 2020. Open interest dan total volume berjangka untuk WTI di New York Mercantile Exchange melambung ke level tertinggi sejak Maret 2022.
Perusahaan penyulingan minyak China dan India tengah mencari pasokan bahan bakar alternatif karena mereka beradaptasi dengan sanksi baru AS terhadap produsen dan kapal tanker Rusia yang dirancang untuk mengekang pendapatan eksportir minyak terbesar kedua di dunia itu.
"Ada kekhawatiran nyata di pasar tentang gangguan pasokan. Skenario terburuk bagi minyak Rusia tampaknya bisa menjadi skenario yang realistis," kata analis PVM, Tamas Varga. "Namun, tidak jelas apa yang akan terjadi saat Donald Trump menjabat Senin depan."
Goldman Sachs memperkirakan kapal-kapal yang menjadi sasaran sanksi baru mengangkut 1,7 juta barel minyak per hari (bph) sepanjang 2024, atau 25% dari ekspor Rusia. Bank tersebut semakin memperkirakan proyeksinya untuk kisaran harga Brent USD70-85 akan condong ke atas.
"Tidak seorang pun akan menyentuh kapal-kapal yang tercantum dalam daftar sanksi atau mengambil posisi baru," kata Igho Sanomi, pendiri perusahaan perdagangan migas, Taleveras Petroleum.
Setidaknya 65 kapal tanker minyak berlabuh di beberapa lokasi, termasuk di lepas pantai China dan Rusia, sejak Amerika Serikat mengumumkan paket sanksi baru tersebut.
Banyak kapal tanker yang disebutkan telah digunakan untuk mengirim minyak ke India dan China setelah sanksi Barat sebelumnya, dan pembatasan harga yang diberlakukan oleh negara-negara Group of Seven pada 2022 mengalihkan perdagangan minyak Rusia dari Eropa ke Asia. Beberapa kapal juga telah memindahkan minyak dari Iran, yang juga dikenai sanksi.
Enam negara Uni Eropa meminta Komisi Eropa untuk menurunkan batasan harga yang ditetapkan negara-negara G7 bagi minyak Rusia, dengan alasan hal itu akan mengurangi pendapatan Moskow untuk melanjutkan perang tanpa menyebabkan guncangan pasar.
Penghambat Harga
Dalam sebuah langkah yang dapat mengurangi sebagian premi risiko pasokan yang terbentuk di pasar minyak global, mediator memberi Israel dan Hamas draf akhir kesepakatan untuk mengakhiri perang di Gaza setelah "terobosan" tengah malam dalam pembicaraan yang dihadiri oleh utusan Joe Biden dan Donald Trump.
Indeks Dolar (Indeks DXY) melesat ke level tertinggi dalam 26 bulan terhadap sekeranjang enam mata uang lainnya menyusul data pekan lalu yang menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja AS meningkat secara tak terduga sepanjang Desember dan tingkat pengangguran turun menjadi 4,1%, yang dapat menyebabkan inflasi lebih tinggi.
Hal itu mendorong trader untuk mengurangi spekulasi tentang berapa banyak pemotongan suku bunga yang akan dilakukan Federal Reserve tahun ini. Pasar kini tidak lagi sepenuhnya memperhitungkan bahkan satu kali pemotongan suku bunga dari the Fed pada 2025, turun dari sekitar dua pemangkasan seperempat poin yang diperkirakan pada awal tahun.
Dolar AS yang lebih kuat dapat mengurangi permintaan energi dengan membuat komoditas yang dihargakan dalam greenback seperti minyak menjadi lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.
Suku bunga yang lebih tinggi, yang digunakan untuk mengatasi kenaikan inflasi, juga dapat mengurangi permintaan energi dengan meningkatkan biaya pinjaman dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. (ef)

Sumber : Admin