Enam Mitos Tentang Investasi di Pasar Modal (yang Tak Boleh Dipercaya)
Thursday, April 04, 2024       17:01 WIB

Pada artikel sebelumnya yang berjudul 'Tujuh Anggapan keliru Tentang Investasi (Yang Akan Menghambat untuk Mulai Berinvestasi)', kita telah membahas berbagai anggapan yang keliru tentang investasi, yaitu: (1) Saya harus melunasi semua hutang-hutang saya sebelum dapat berinvestasi, (2) Saya masih muda, saya belum perlu memikirkan pensiun, (3) Rumah tinggal (selalu) merupakan investasi terbaik, (4) Program BPJS -TK sudah cukup untuk pensiun saya, (5) Berinvestasi terlalu berisiko; saya memilih deposito saja, (6) Berinvestasi terlalu banyak menghabiskan waktu, (7) Target investasi saya adalah mengalahkan (kinerja) pasar.
Pada artikel kali ini kita akan membahas Enam Mitos Tentang Investasi Pasar Modal (yang Tidak Boleh Dipercaya), yaitu:
Mitos #1:  Anda harus kaya lebih dahulu sebelum dapat berinvestasi 
Ada satu mitos yang sudah lama sekali beredar di masyarakat, yaitu bahwa hanya orang kaya yang dapat berinvestasi di pasar modal, seakan-akan pasar modal hanya diciptakan untuk orang-orang kaya saja. Sesungguhnya, pasar modal di Indonesia sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda pada tahun 1912. Setelah sempat beberapa kali ditutup oleh pemerintah, Bursa Efek Jakarta dibuka kembali pada tahun 1977.
Dahulu, hanya orang-orang kaya saja yang dapat bertransaksi jual atau beli saham di Bursa Efek Jakarta. Perusahaan (emiten) banya menerbitkan beberapa ratus lembar saham saja, dan harga per lembar saham sangatlah mahal. Perpindahan kepemilikan saham juga tidak mudah, karena fisik saham harus diserahkan kepada BAE (Biro Administrasi Efek) di Jakarta. Kemudian, untuk pemodal di luar Jakarta, mahalnya biaya komunikasi (interlokal) juga harus diperhitungkan.
Tetapi, kondisi saat ini sudah jauh berbeda. Saham-saham dapat dibeli hanya dengan harga Rp500 per lembar saja (Penulis tidak menganjurkan untuk membeli saham recehan yang hanya berharga  gocap , karena harga saham-saham itu semula diterbitkan pada harga yang lebih tinggi tetapi harganya telah turun karena sebab-sebab tertentu, yang membuat saham-saham itu beresiko tinggi).
Mitos #2:  Berinvestasi di pasar modal sama dengan berjudi 
Mitos berikutnya adalah mempersamakan berinvestasi di pasar saham sama dengan berjudi, hanya karena investasi di pasar saham tidak menjanjikan imbal hasil ( return ) tertentu seperti deposito di bank. Berinvestasi di pasar modal hanya akan bersifat judi (untung-untungan) jika kita membeli saham tanpa mengerti apa yang kita beli. Semuanya hanya diserahkan kepada faktor keberuntungan ( hokie ) semata.
Tetapi, kalau kita tahu apa yang kita beli (tingkat imbal hasil atau  return  yang dapat diharapkan dari sekumpulan saham yang kita beli), tentu saja membeli saham di pasar modal bukanlah judi tetapi investasi.
Berinvestasi tidak sama dengan menabung uang di bank, dimana imbal hasil diketahui dengan pasti pada waktu mulai menabung. Tetapi, berinvestasi juga menjanjikan tingkat pengembalian hasil yang jauh lebih tinggi daripada menabung di bank.
Berinvestasi itu ibarat menanam pohon durian dari bibitnya. Butuh waktu bertahun-tahun untuk merawat pohon durian itu sampai ia mulai menghasilkan buah. Tetapi, jika kita telah memilih bibit yang baik, kemudian merawat pohonnya dengan baik, memberi pupuk dan menyiramnya dengan teratur, hasilnya pun akan baik pula. Dari satu bibit pohon durian bisa dihasilkan puluhan buah selama bertahun-tahun.
Sebaliknya, berjudi itu ibarat membeli buah durian yang belum dibuka. Kita hanya bisa menebak bahwa buah itu manis dan legit, tetapi rasa yang pasti baru dibuktikan ketika kita membelah buah tersebut. Lagipula, berjudi hanya dilakukan sekali saja. Tetapi, bibit durian yang ditanam dapat berbuah puluhan kali. Jadi, uang untuk membeli satu buah durian itu akan lebih bermanfaat jika diinvestasikan dengan cara membeli satu bibit pohon durian.
Mitos #3:  Dengan mengambil resiko lebih besar, kamu selalu akan mendapatkan imbal hasil lebih tinggi 
Memang benar, bahwa untuk mendapatkan imbal hasil yang lebih tinggi, maka kita harus bersedia menanggung resiko investasi yang lebih besar. Tetapi, jangan pula membalik pernyataan ini, bahwa dengan mengambil resiko yang lebih besar, otomatis kita akan memperoleh imbal hasil ( return ) yang lebih tinggi pula.
Mengambil resiko yang lebih tinggi misalnya adalah dengan berinvestasi pada saham-saham yang tidak menjanjikan suatu imbal hasil ( return ) tertentu, dibandingkan dengan misalnya tingkat bunga deposito (yang sudah pasti akan diterima pemodal jika ia menaruh dananya pada deposito di bank).
Mengambil resiko yang lebih besar, tanpa mengetahui besarnya resiko yang mungkin terjadi, dapat pula berarti mengambil resiko yang terlalu besar (dari  risk capacity  pemodal), sementara tingkat imbal hasil yang mungkin didapatnya malah semakin kecil.
Contoh paling nyata dari mengambil resiko yang lebih besar, tetapi hanya mendapatkan imbal hasil yang lebih rendah, adalah berinvestasi di instrumen derivatif atau turunan ( futures, option,  atau  swap ). Menurut pendapat kami, instrumen derivatif bukanlah sarana investasi.
Derivatif diciptakan supaya  hedger  dapat melakukan lindung nilai ( hedge ) atas risiko-risiko yang dihadapinya. Lawan transaksi dari  hedger  adalah para  speculator , yang bersedia mengambil resiko itu dengan imbalan tertentu.
Mitos #4:  Dengan membeli lebih banyak saham atau reksadana, maka Anda akan lebih terdiversifikasi 
Salah satu ilmu dasar dalam berinvestasi adalah melakukan diversifikasi. Artinya, tidak boleh menempatkan seluruh investasi hanya pada satu atau dua macam saham saja. Lalu, berapa banyakkah jenis saham yang harus dibeli untuk mendapatkan manfaat maksimal dari diversifikasi? Apakah diversifikasi dapat tercapai hanya dengan menambah jumlah saham yang ada dalam portofolio kita? Kemudian, berapa banyak lembar saham yang harus kita beli untuk setiap jenis saham yang telah kita pilih?
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini dapat terus kita perpanjang dan makin lama akan semakin rumit... misalnya, seberapa sering kita harus melakukan penyesuaian ( rebalancing ) untuk portofolio kita? Kapan saat yang paling tepat untuk melakukan penyesuaian portofolio ( rebalancing )? dst..dst.
Kalau kita tidak ingin dipusingkan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti di atas, maka kita dapat memilih berinvestasi secara tidak langsung dengan membeli unit penyertaan Reksadana yang dikelola Manajer Investasi. Para Manajer Investasi reksadana selalu mempromosikan bahwa reksadana yang dikelolanya telah terdiversifikasi.
Lalu, apakah Reksadana yang dikelola oleh Manajer Investasi pasti sudah terdiversifikasi dengan baik? Apakah kita dapat melakukan diversifikasi yang lebih baik lagi dengan membeli bermacam-macam unit penyertaan reksadana?
Diversifikasi yang dilakukan oleh Manajer Investasi tentu saja harus dilihat per Manajer Investasi, dalam arti, ada Manajer Investasi yang portofolionya terdiversifikasi dengan baik dan ada pula yang tidak terdiversifikasi dengan baik. Manajer Investasi yang portofolionya terdiversifikasi dengan baik akan memiliki kurva imbal hasil portofolio yang lebih halus ( smooth ) karena kenaikan dan penurunan yang besar dari portofolio telah dirata-ratakan.
Membeli lebih banyak unit penyertaan dari Manajer Investasi yang berbeda bisa tidak efektif untuk tujuan diversifikasi apabila Manajer Investasi- Manajer Investasi tersebut berinvestasi pada kelas-kelas aset, atau pada jenis-jenis saham yang sama.
Cara yang lebih sederhana untuk melakukan diversifikasi bagi pemodal individu adalah dengan mengikuti komposisi saham-saham dalam suatu indeks yang dipilih. Misalnya, jika pemodal telah memilih indeks LQ-45, maka pemodal dapat membeli seluruh 45 saham dalam indeks tersebut. Metode ini disebut juga metode replikasi penuh ( full replication method ). Cara ini adalah yang penulis pakai pada waktu membuat ETFdulu.
Atau, misalnya Anda telah memilih Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG ), maka Anda dapat menggunakan metode  sampling , karena tidak praktis (terlalu mahal biayanya) untuk membeli seluruh saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam hal ini, seluruh komponen indeks sektoral dalam IHSG akan dibeli... tetapi  barangkali  hanya lima saham terbesarnya saja.
Ada Sembilan sektor yang ada dalam IHSG , jadi maksimum jumlah saham yang dibeli ada 45 saham juga. Cara ini dulu pernah penulis pakai sewaktu mengelola portofolio ( discretionary contract ) milik salah satu klien korporat kami.
Mitos #5:  Kamu dapat menentukan dengan tepat waktu untuk masuk atau keluar dari pasar 
Alangkah beruntungnya seorang pemodal jika ia dapat masuk pasar tepat sebelum pasar bergerak naik ( bullish ), dan kemudian ia dapat keluar pasar tepat sebelum pasar mengalami koreksi ( bearish ). Banyak dari para pemodal yang berusaha menentukan saat yang tepat untuk masuk dan keluar pasar ( timing the market ).
Sayang sekali, tidak ada seorang pun pemodal yang dapat menentukan saat yang tepat untuk masuk dan keluar pasar selain karena faktor kebetulan ( luck ) saja. Sialnya, untuk bisa mendapatkan keuntungan di pasar saham, seorang pemodal haruslah bernasib baik (hoki) tidak hanya sekali tetapi harus minimal dua kali. Pemodal harus tepat waktu pada waktu masuk pasar, kemudian pemodal harus tepat waktu pada waktu keluar pasar.
Satu kali beruntung sudah sulit, apa lagi dua kali berturut-turut beruntung tentu lebih sulit lagi. Kalau kita mau mencoba keberuntungan kita, mungkin dapat ditambahkan bahwa pemodal ini hanya memiliki kesempatan untuk mencoba satu kali saja. Artinya, pemodal telah mempertaruhkan seluruh uang miliknya di pasar saham.
Terlihat bahwa, tindakan untuk mencoba menentukan saat yang tepat untuk masuk dan keluar pasar ( timing the market ), sangatlah beresiko dan sangat mungkin mengalami kegagalan. Bahkan untuk seorang Manajer Investasi yang dibantu oleh tenaga riset yang handal, upaya untuk menentukan waktu yang tepat untuk masuk dan keluar pasar merupakan suatu upaya yang sia-sia.
Dulu, pada waktu penulis menjadi Manajer Investasi reksadana, penulis pernah memanfaatkan pengetahuan dari tenaga riset analis yang membantu penulis sebagai manajer investasi, tentang situasi makro pasar (pasar sedang  bullish  atau  bearish ). Tetapi, alih-alih membeli semua dana yang ada hanya dalam sekali transaksi, penulis membagi dana tersebut atas tiga, lima, atau tujuh bagian. Tiga jika penulis merasa sangat yakin bahwa pasar  bullish  hanya untuk waktu singkat saja. Lima jika penulis cukup yakin yakin bahwa pasar akan  bullish  untuk waktu yang lebih lama, dan tujuh jika penulis cukup yakin bahwa pasar akan bergerak bullish untuk waktu yang sangat lama. Jadi, penulis tidak pernah terburu-buru untuk melepaskan semua dana yang sudah dialokasikan untuk membeli suatu saham tertentu dalam satu kali transaksi saja.
Mitos #6: K amu harus terus menerus memonitor pasar untuk menjadi pemodal yang sukses 
Mitos terakhir yang ingin kami bicarakan adalah mengenai perilaku pemodal yang dipercaya oleh sebagian orang haruslah terus menerus memonitor saham-saham yang dibelinya untuk dapat menjadi seorang pemodal yang sukses. Sebenarnya, pemodal yang terus menerus memonitor pergerakan harga saham itu berperilaku seperti pedagang saham ( trader ), dan bukan pemodal saham ( investor ).
Bagi seorang pedagang saham ( trader ) yang hanya memegang suatu saham untuk jangka waktu pendek, pergerakan harga saham sebesar satu atau dua  ticks  (satuan pergerakan harga saham di bursa) saja sudah diperhitungkan. Tetapi, bagi seorang pemodal ( investor ), pergerakan harga saham sebesar satu atau dua  ticks  tidak ada artinya bila dibandingkan dengan kenaikan harga yang telah dinikmati untuk saham itu dalam jangka panjang.
 Oleh : Fredy Sumendap, CFA 

Sumber : IPS

powered by: IPOTNEWS.COM


Berita Terbaru

Saturday, May 04, 2024 - 18:32 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of GDST
Saturday, May 04, 2024 - 18:27 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of IKPM
Saturday, May 04, 2024 - 18:22 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of YPAS
Saturday, May 04, 2024 - 18:19 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of TYRE
Saturday, May 04, 2024 - 18:16 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of IGAR
Saturday, May 04, 2024 - 18:13 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of PTDU
Saturday, May 04, 2024 - 18:10 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of PTPS
Saturday, May 04, 2024 - 17:52 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of SINI
Saturday, May 04, 2024 - 17:47 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of STAR
Saturday, May 04, 2024 - 17:44 WIB
Financial Statements 1Q 2024 of KLAS